Cerbung
oleh Anne Heryane
indipendent. co. uk
"Pergi dari sini. Aku sudah muak hidup sama kamu!"
Nadya membuncahkan kekesalannya kepada ayah dari putra tersayangnya yang masih balita itu.
Lelaki berperawakan tinggi kurus itu hanya duduk termenung, meresapi ucapan wanita yang telah mendampinginya selama lima tahun. Kata-kata itu begitu menohok ulu hati.
Beberapa potong baju kemeja dan celana panjang dilemparkan Nadya ke arahnya.
"Nih, bawa semua baju kamu. Aku ingin kita cerai!" jerit wanita berusia 30 tahun itu.
Bagaikan disambar petir, ucapan Nadya membuat Firman terhenyak. Dadanya sesak. Namun, ia harus menghadapinya. Lelaki itu sadar bahwa ia selama ini belum mampu membahagiakan istrinya. Ia bergeming dengan perlakuan istrinya. Rasanya tak percaya jika rumah tangganya diterjang amukan badai sedahsyat ini.
Nadya benar-benar kalut. Ia melontarkan semua rasa yang selama ini singgah. Ada rasa sedih, kesal, benci, marah. Ia telah meluapkan itu pada suaminya.
Selama ini Nadya telah berusaha sekuat tenaga bersabar atas kenyataan yang jauh dari harapan. Ia mencoba menerimanya. Barangkali saat kondisi imannya baik ia sangat mampu menghadapi kesulitan hidup. Namun, tatkala keyakinannya sedikit memudar amarahlah yang menguasai ucapan dan tindakan.
Namun, seburuk apa pun perlakuan istrinya. Firman tak pernah membalas dengan tamparan atau pukulan. Bahkan menyebutkan kata "pisah" atau "cerai" terhadap istrinya ia mesti berpikir seribu kali.
Firman menunduk. Ia memunguti pakaian yang berceceran di lantai. Setitik air menggenang di ujung mata.
"Apa?" Lelaki itu terkejut mendapati dirinya yang sedang menangis. Dihapuslah sedikit genangan itu dengan cepat.
"Tidak, tidak! Aku seorang lelaki. Lelaki pantang menangis!" ujarnya kepada dirinya sendiri.
Diliriknya wanita dengan tubuh berguncang-guncang itu. Di samping putranya yang tertidur pulas wanita berperawakan mungil itu tersedu-sedu. Telapak tangan ditangkupkan menutup muka. Air mata tetap keluar dari sela-sela jemari lentiknya.
Udara semakin dingin menjelang tengah malam buta. Lelaki itu tetap melangkah menerobos kegelapan. Ada sedikit ragu untuk pergi dari rumah kontrakkan yang berukuran sepetak itu. Namun, rumah itu semakin terasa pengap dengan sikap Nadya yang begitu melukai perasaan dan merobek harga diri.
Ia mematung sejenak di depan pintu rumah yang telah dibuka. Sekali lagi ditengoknya wanita dan anak lelaki mungil yang terbenam mimpi di tempat tidur. Ia tak mampu berkata-kata. Hanya luka yang tersisa dan tentu saja masih ada sejumput cinta untuk keduanya. Namun, keadaan mendesak Firman untuk ke luar rumah saat itu juga. Ia pun merasa khawatir tak sanggup menahan diri.
"Baiklah, aku pergi Nadya. Jaga baik-baik anak kita!" Bisiknya. Dada lelaki yang terpaut empat tahun lebih tua dari istrinya itu pun bergemuruh. Kakinya melangkah gontai.
🍁🍁🍁
(bersambung)
#TantanganPekan8
#Tantangansatu
#OneDayOnePost
#ODOPBatch7
#KomunitasODOP
Komentar
#semangat
Terima kasih ka Ezza dan Pak Eko 😍