Langsung ke konten utama

Lorong Kelam

Fiksi
oleh Anne Heryane
Ilustrasi: www.pixabay.com

Bola mata seperti ingin meloncat ke luar dari cangkangnya. Jantung berdegup kencang. Keringat menghujani seluruh tubuh mungil ini.  Mulut refleks menganga. Lekas-lekas kubekap dengan telapak tangan kanan. Benar-benar tak sanggup mempercayai semua ini. 

Di sisi kanan labirin yang minim cahaya, beberapa anak berseragam putih abu sedang asyik ngefly. Dua jarum suntik dan sobekan plastik tersimpan tak beraturan di depannya. Beberapa botol miras digeletakkan serampangan. Mereka yang mayoritas lelaki puber itu bersandar lemas pada dinding lorong yang buram. 

Ada juga sekitar tiga perempuan usia tanggung selonjoran di samping para lelaki setengah sadar itu. Sesekali mereka berbicara melantur dan terbahak-bahak sendiri. Persis orang sakit jiwa, pekik batinku. 

Di sisi kiri lorong yang sedikit menjorok, tersisa ruang kecil berukuran satu kali dua meter. Dua muda-mudi nekad melucuti pakaian seragamnya. Di balik tirai tipis itu, keduanya menggeliat-geliat menikmati keremangan. Suara gaduh menggema sepanjang lorong bagai menghujamkan belati pada gendang pendengaran.

Ya Rabb, betapa sesak dadaku. Tak kuat rasanya menyaksikan langsung fenomena ini. Di antara mereka ada anak-anak yang kukenal lugu, sopan, dan tak banyak tingkah di sekolah. Namun, ternyata keadaan mereka sangat parah. 

Aku ingin menghampiri saat itu juga. Meminta mereka untuk meninggalkan perbuatan nista itu. Meyakinkan bahwa mereka masih memiliki masa depan cerah. Namun, aku menahan diri karena kupikir itu percuma. Anak-anak itu sedang larut dalam dunianya yang kelam. 

Kuayunkan kaki dengan cepat. Butir-butir bening berjatuhan di pipi. Aku benar-benar merasa sangat gagal. Perasaan ini terus kubawa berlari sampai netra menangkap seberkas cahaya mentari di penghujung lorong.

"Hei, lo mo ke mana?" teriak seorang remaja laki-laki di belakangku.

Langkah kaki mendadak terhenti.

"Sini, gabung dong sama kita, asyiikk cooyy!" ujarnya lagi. Suara langkah kakinya terdengar sempoyongan dan semakin mendekat ke arahku.

Aku yang saat itu dalam penyamaran sebagai siswi lengkap dengan seragam putih abu hanya diam tak menjawab. Ada sedikit rasa gugup karena khawatir mereka tahu penyelidikkan yang kulakukan. 

Tanpa menoleh ke arahnya, Aku pun terus maju mengabaikan panggilannya. Sampai perasaan lega menghampiri. Akhirnya aku dapat keluar dari lorong gerbong kereta api yang tak terpakai itu tanpa diketahui siapa aku.

Jarak 300 meter dari tempat laknat itu,  aku pun mulai menghubungi Bapak Ketua Yayasan. "Selamat sore, Pak! Saya Sandra, Guru BK, saya sudah mengetahui tempat nongkrong anak-anak itu, Pak. Dan saya sudah mempunyai buktinya, semuanya ada dalam rekaman HP saya."

"Bagus, Bu. esok lusa kita bicarakan masalah ini di sekolah bersama orang tua anak-anak itu!"

"Baiklah, Pak!"

Aku menekan tombol off untuk menghentikan panggilan. Dugg tiba-tiba kepala terasa sangat sakit seperti ada benda tumpul yang dipukulkan ke kepalaku dua kali. Aku menoleh ke belakang, samar kulihat wajah anak lelaki berseragam dengan sebatang kayu di tangannya. 

"Kena kau, Penyamar!" serunya terkekeh.

Suara itu mirip dengan suara anak lelaki yang memanggil-manggil di lorong tadi. Pandanganku berkunang-kunang dan akhirnya semua tampak gelap. 

***


#TantanganPekan7
#KomunitasODOP
#OneDayOnePost
#ODOPBatch7
#fiksi



Komentar

Ezza Echa Tania mengatakan…
waduh, benar-benar anak itu yah. prihatin sekali.

btw, keren Kak cerpennya. efek belajar dan memerhatikan diam-diam. hahaaa
Ashima Meilla Dzulhijjah mengatakan…
Wah gesit, langsung tantangannya tuntas hehe
Catatananne@blogspot.com mengatakan…
Hehe...iya kak Ezza belajar sedikit-sedikit.

Biar tenang kak Ashima hhe
temansenja.com mengatakan…
Waaahh... keren Kak....
mungkin kebih bagus ditambabhin satu kata 'langkah' kakiku mendadak terhenti.
Catatananne@blogspot.com mengatakan…
Nah, iya maksudnya itu hhe
Mak 'Nces mengatakan…
Keren kakak... mengalir sekali tulisannya kakak 😍🤗
atiq - catatanatiqoh mengatakan…
aku ikut deg-deg'an bacanya lohh hehehe.. baguuus nih keren alur ceritanya :)
Catatananne@blogspot.com mengatakan…
Terima kasih teman-teman 😍
Blogger Surabaya mengatakan…
Ditunggu kelanjutan ceritanya. Salam kenal dari London
Amanda Linhan mengatakan…
Bagus tulisannya ^^
Catatananne@blogspot.com mengatakan…
Terima kasih ya semuanya
😊

Postingan populer dari blog ini

Jacko Kutil (Part 1)

(Adaptasi dari Cerita Rakyat Joko Kendil)  oleh Anne Heryane Pada zaman dahulu, berdirilah kerajaan yang sangat besar pada masanya, yakni Kerajaan Novela. Kerajaan ini dipimpin seorang raja bernama Raja Eduardo. Sumber daya alam di kerajaan ini sangat melimpah ruah. Sayangnya, kehidupan rakyatnya jauh dari sejahtera. Mereka hidup dalam kemiskinan dan di bawah kekuasaan pemimpin yang semena-mena. Kekayaan alam di negeri itu hanya dinikmati raja, keluarga istana, para petinggi kerajaan, dan para bangsawan.  Suatu hari Ratu Esmeralda melahirkan seorang putra. Betapa terkejutnya sang raja ketika melihat sosok pangeran yang buruk rupa. Di wajah, leher, dan bagian tubuh lainnya bertebaran kutil-kutil. Melihatnya saja membuat bulu kuduk berdiri.  Raja merahasiakan sosok pangeran yang dipenuhi kutil ini kepada rakyatnya. Ia pun mengancam akan memberikan hukuman mati kepada siapa saja di istana yang membocorkan rahasia ini.  Raja pun memanggil ti...

Masih Adakah Cinta? (Bagian 2)

Romance Fiction Usai berbelanja bahan-bahan yang dibutuhkan untuk memasak, Merry pun kembali berjalan menuju rumahnya. Ia melewati Boulevard Street. Nama jalan di depan rumahnya, sebuah jalan khusus di kompleks elit yang pemiliknya rata-rata keturunan bangsawan Inggris.  Setelah sampai di rumah dua lantai dengan gaya arsitektur Eropa lama, Merry disambut oleh dua pelayannya berseragam hitam putih. Mereka sedikit membungkukkan badan melihat kedatangannya. Merry membalasnya dengan anggukan dan senyuman.  "July tolong bawa bahan-bahan masakan ini ke dapur. Kamu temani saya nanti masak ya!" serunya kepada seorang pelayan wanita yang berusia setengah baya.  "Baik, Nyonya!" sahut pelayan bertubuh gempal itu.  Merry selalu ingin menghidangkan makanan spesial untuk Andi dengan tangannya sendiri.  "Jessi, tolong kau rapikan meja makan ya.   Jangan lupa beri hiasan bunga mawar di tengahnya. Tambahkan pula dua buah lilin aromatik! " ...