Langsung ke konten utama

Orbit Takdir

Renungan

Foto: dokumen pribadi

"Tiada suatu bencana pun yang menimpa di bumi dan (tidak pula) pada dirimu sendiri melainkan telah tertulis dalam kitab (Lauhul Mahfuzh) sebelum Kami menciptakannya. Sesungguhnya yang demikian itu adalah mudah bagi Allah." (Q.S. Al-Hadid:22)

Seandainya jalan hidup manusia itu tampak dan berwarna, mungkin akan seperti jalan pada trek tempat aku berdiri sekarang ini. Barangkali akan lebih berwarna-warni.

Jika seluruh manusia berkumpul berikut garis takdirnya. Kira-kira akan ada berapa garis dan warnakah? Dapatkah kamu membayangkannya?

Garis takdirku berwarna merah. Sementara garis takdirmu berwarna biru. Sebesar apapun keinginanku agar memiliki warna garis hidup yang sama denganmu, takkan mampu mengubah apa yang telah Allah tetapkan.

Jadi berhentilah berangan-angan untuk memiliki kehidupan yang sama seperti orang lain! Berbahagialah dengan apa yang ada padamu!

Ibarat planet yang bergerak di orbitnya masing-masing, kita manusia pun melakukan hal sama. Manusia berjalan di orbit takdirnya sendiri. 

Memang manusia tidak memilih untuk lahir di suatu tempat, bentuk dan rupa, jodoh, sulit ataukah senang, kaya ataukah miskin, dan kapan matinya. Tetapi kita semua dibekali potensi yang sama untuk memilih menjalani tugas hidup kita dengan sebaik-baiknya.

Di antara orang-orang yang sedang berjalan santai, berjalan cepat, berlari pelan, bahkan berlari sangat cepat dengan terengah-engah, aku merenung.

Situasi ini menggambarkan cara manusia yang menjalani hidup di atas orbit takdirnya masing-masing. Ada yang berjalan ada pula yang penuh semangat dan konsisten berlari memenuhi tujuan atau target yang sudah ditekadkannya.

Lalu dengan cara apakah aku menjalani hidup ini? Mampukah aku berlari dengan cepat nan selamat dalam mengarungi kehidupan?

Barangkali hal itu sangat bergantung pada sekuat apa niat dan sedalam apa tekad kita untuk memilih menjadi sebaik-baik manusia.

#OneDayOnePost
#KomunitasODOP
#ODOPBatch7



Komentar

Naja Aya mengatakan…
Ya Allah bagus banget mba. :)
Catatananne@blogspot.com mengatakan…
Terima kasih sudah berkenan membaca, ya Ka! Semoga bermanfaat
Ashima Meilla Dzulhijjah mengatakan…
Kerwn kak tulisannya...

Tapi, mungkin karena sifat manusia, makanya banyak yang tidak puas dengan takdirnya
Catatananne@blogspot.com mengatakan…
Betul Ka, semoga kita termasuk orang yang ikhlas menerima takdir kita ya! Amin
temansenja.com mengatakan…
ilustrasinya takdir menjadi warna keren kak...
.
Reno Danarti mengatakan…
Bener banget mbk...
eko endri wiyono mengatakan…
Mantap Kakak
#semangat
Mak 'Nces mengatakan…
Masya Allah terima kasih ilmu bermanfaatnya kakak
Novita mengatakan…
Keren kak
atiq - catatanatiqoh mengatakan…
Insya Allah dimampukan, semangat selalu kak :)
khofiyaarizki mengatakan…
terimas kasih kak tulisannya, barokallah jadi sukses nih bikin merenungi diri untuk terus melaju :(( bukan untuk buru2an wisuda, tapi melaju maksimal di orbit sendiri menuju wisuda.. :")
Catatananne@blogspot.com mengatakan…
Terima kasih juga teman-teman sudah mampir. Semoga bermanfaat ya!

Postingan populer dari blog ini

Lorong Kelam

Fiksi oleh Anne Heryane Ilustrasi: www.pixabay.com Bola mata seperti ingin meloncat ke luar dari cangkangnya. Jantung berdegup kencang. Keringat menghujani seluruh tubuh mungil ini.  Mulut refleks menganga. Lekas-lekas kubekap dengan telapak tangan kanan. Benar-benar tak sanggup mempercayai semua ini.  Di sisi kanan labirin yang minim cahaya, beberapa anak berseragam putih abu sedang asyik ngefly . Dua jarum suntik dan sobekan plastik tersimpan tak beraturan di depannya. Beberapa botol miras digeletakkan serampangan. Mereka yang mayoritas lelaki puber itu bersandar lemas pada dinding lorong yang buram.  Ada juga sekitar tiga perempuan usia tanggung selonjoran di samping para lelaki setengah sadar itu. Sesekali mereka berbicara melantur dan terbahak-bahak sendiri. Persis orang sakit jiwa, pekik batinku.  Di sisi kiri lorong yang sedikit menjorok, tersisa ruang kecil berukuran satu kali dua meter. Dua muda-mudi nekad melucuti pakaian seragamnya. ...

Jacko Kutil (Part 1)

(Adaptasi dari Cerita Rakyat Joko Kendil)  oleh Anne Heryane Pada zaman dahulu, berdirilah kerajaan yang sangat besar pada masanya, yakni Kerajaan Novela. Kerajaan ini dipimpin seorang raja bernama Raja Eduardo. Sumber daya alam di kerajaan ini sangat melimpah ruah. Sayangnya, kehidupan rakyatnya jauh dari sejahtera. Mereka hidup dalam kemiskinan dan di bawah kekuasaan pemimpin yang semena-mena. Kekayaan alam di negeri itu hanya dinikmati raja, keluarga istana, para petinggi kerajaan, dan para bangsawan.  Suatu hari Ratu Esmeralda melahirkan seorang putra. Betapa terkejutnya sang raja ketika melihat sosok pangeran yang buruk rupa. Di wajah, leher, dan bagian tubuh lainnya bertebaran kutil-kutil. Melihatnya saja membuat bulu kuduk berdiri.  Raja merahasiakan sosok pangeran yang dipenuhi kutil ini kepada rakyatnya. Ia pun mengancam akan memberikan hukuman mati kepada siapa saja di istana yang membocorkan rahasia ini.  Raja pun memanggil ti...

Masih Adakah Cinta? (Bagian 2)

Romance Fiction Usai berbelanja bahan-bahan yang dibutuhkan untuk memasak, Merry pun kembali berjalan menuju rumahnya. Ia melewati Boulevard Street. Nama jalan di depan rumahnya, sebuah jalan khusus di kompleks elit yang pemiliknya rata-rata keturunan bangsawan Inggris.  Setelah sampai di rumah dua lantai dengan gaya arsitektur Eropa lama, Merry disambut oleh dua pelayannya berseragam hitam putih. Mereka sedikit membungkukkan badan melihat kedatangannya. Merry membalasnya dengan anggukan dan senyuman.  "July tolong bawa bahan-bahan masakan ini ke dapur. Kamu temani saya nanti masak ya!" serunya kepada seorang pelayan wanita yang berusia setengah baya.  "Baik, Nyonya!" sahut pelayan bertubuh gempal itu.  Merry selalu ingin menghidangkan makanan spesial untuk Andi dengan tangannya sendiri.  "Jessi, tolong kau rapikan meja makan ya.   Jangan lupa beri hiasan bunga mawar di tengahnya. Tambahkan pula dua buah lilin aromatik! " ...