Langsung ke konten utama

Puing-puing Hati (Part 2)

Cerbung
oleh Anne Heryane

Malam terus merangkak. Nadya mencoba memejamkan mata. Ia berharap segera masuk ke alam mimpi. Tetapi, pikiran yang bercabang-cabang membuatnya sulit terlelap. 

Sambil merebahkan badan, Nadya menatap kosong lampu yang menggantung di langit-langit kamar. Kilat bayangan drama yang baru saja terjadi antara dia dan suami mengocok isi kepala. 

"Nad, lelaki itu sudah pergi, kau puas?" Sebuah suara berasal dari dalam dirinya memulai percakapan. 

"Ya, tentu. Aku lega bisa terbebas darinya.  Aku ingin memulai hidup baru tanpa kehadiran lelaki itu"

"Tidakkah perlakuanmu kepada Firman berlebihan? Kau telah menyakiti hatinya."

"Biar saja aku tak peduli. Dia pun tak begitu mempedulikan aku dan Rendy."

"Kau yakin akan bahagia tanpa lelaki yang pernah mencuri hatimu itu? Lalu, bagaimana dengan anakmu?"

"Aku yakin, lihat saja nanti! Mengenai Rendy, entahlah, tetapi suatu saat nanti anak itu pasti mengerti atas apa yang kulakukan ini!"

"Jadi, kau benar-benar mantap berpisah dengannya, Nad? "

"Ya, fix! " 

Wanita itu mengangguk mengamini pertanyaan dari sudut hati. Percakapan batin itu pun berakhir pada sebuah kemantapan hati bahwa ia benar-benar ingin berpisah. 

Nadya melingkarkan tangan kanan memeluk sang buah hati yang berusia empat tahun di samping kiri. Lalu, matanya terpejam. Nadya melalui malam itu tanpa Firman di sisinya. 

Posisi tidur wanita itu tak seperti biasa. Tak sadar, ia sebentar miring ke kiri lalu ke kanan, seolah tak kunjung menemukan posisi yang nyaman. Nadya telah membawa perasaan gelisah dalam tidurnya. 

🍁🍁🍁

Malam sunyi. Jalanan tampak lengang. Firman mengendarai motor bebek butut dengan perasaan kusut. Ia tak tahu harus ke mana. Ia terus berpikir keras menemukan tempat tujuan sekadar tempat untuk tidur barang semalam atau beberapa malam sebab tubuhnya sudah terasa sangat lunglai. 

Hanya satu rumah yang selalu terpikir untuk menjadi tempat kembali. Ya, itulah tempat tujuannya kini. Ia harus menempuh perjalanan sekitar 15 menit agar sampai di rumah itu. Ia melaju dengan kecepatan sedang ke tempat yang dituju. Pikirannya tentang Nadya menari-nari di kepala bersama laju kendaraan sampai akhirnya tiba di pekarangan rumah.

"Assalammualaikum!" ucap lelaki itu seraya mengetuk-ketuk pintu rumah berwarna coklat tua.

Lama tak ada jawaban. Wajar pikirnya karena memang sudah tengah malam. Tentu para penghuni rumah sudah tertidur. 

Beberapa menit kemudian di balik kaca, seorang wanita sepuh menyibakkan sedikit sisi tirai di dalam rumah. Dahinya mengernyit mengetahui putranya berdiri di depan pintu rumah di tengah malam. Cekrik dibukalah pintu itu. Lelaki itu bergegas masuk.

Firman meraih tangan wanita yang telah melahirkannya itu lalu mencium punggung tangannya.

"Bu, izinkan Firman menginap di sini ya!" pinta lelaki itu.

"Kamu bertengkar lagi sama Nadya?" tanya ibu seolah mengetahui apa yang telah terjadi antara Nadya dan Firman.

"Begitulah. Nanti saja Firman cerita ya, Bu. Sekarang Ibu tidur aja dulu," bujuknya dengan mata berkaca-kaca.

Sang Ibu menuruti anjuran putra semata wayangnya itu. Ia kembali menuju kamar tidur utama.

Firman mengempaskan badannya ke atas kasur di kamar yang menyimpan sejuta kenangan semasa muda. Ia merasakan kepenatan yang luar biasa.

🍁🍁🍁

(bersambung)

#OneDayOnePost
#KomunitasODOP
#ODOPBatch7
#TantanganPekan8
#Cerbung

Komentar

eko endri wiyono mengatakan…
Semakin seru kakak, ceritanya inspirasi sekali
#semangat
Reno Danarti mengatakan…
dududu... Warbyasah mbak Anne nih...
Ashima Meilla Dzulhijjah mengatakan…
Mbak Anne selalu keren
pamorsinta mengatakan…
Aku terbawa suasana cerita mbak.., keren..
khofiyaa rizki mengatakan…
masih menunggu dan kepo dengan kelanjutannya mba hahaha
Catatananne@blogspot.com mengatakan…
Terima kasih teman-teman
😍
atiq - catatanatiqoh mengatakan…
duh galaaau nih hehehe

Postingan populer dari blog ini

Lorong Kelam

Fiksi oleh Anne Heryane Ilustrasi: www.pixabay.com Bola mata seperti ingin meloncat ke luar dari cangkangnya. Jantung berdegup kencang. Keringat menghujani seluruh tubuh mungil ini.  Mulut refleks menganga. Lekas-lekas kubekap dengan telapak tangan kanan. Benar-benar tak sanggup mempercayai semua ini.  Di sisi kanan labirin yang minim cahaya, beberapa anak berseragam putih abu sedang asyik ngefly . Dua jarum suntik dan sobekan plastik tersimpan tak beraturan di depannya. Beberapa botol miras digeletakkan serampangan. Mereka yang mayoritas lelaki puber itu bersandar lemas pada dinding lorong yang buram.  Ada juga sekitar tiga perempuan usia tanggung selonjoran di samping para lelaki setengah sadar itu. Sesekali mereka berbicara melantur dan terbahak-bahak sendiri. Persis orang sakit jiwa, pekik batinku.  Di sisi kiri lorong yang sedikit menjorok, tersisa ruang kecil berukuran satu kali dua meter. Dua muda-mudi nekad melucuti pakaian seragamnya. Di balik tirai tipi

Jacko Kutil (Part 1)

(Adaptasi dari Cerita Rakyat Joko Kendil)  oleh Anne Heryane Pada zaman dahulu, berdirilah kerajaan yang sangat besar pada masanya, yakni Kerajaan Novela. Kerajaan ini dipimpin seorang raja bernama Raja Eduardo. Sumber daya alam di kerajaan ini sangat melimpah ruah. Sayangnya, kehidupan rakyatnya jauh dari sejahtera. Mereka hidup dalam kemiskinan dan di bawah kekuasaan pemimpin yang semena-mena. Kekayaan alam di negeri itu hanya dinikmati raja, keluarga istana, para petinggi kerajaan, dan para bangsawan.  Suatu hari Ratu Esmeralda melahirkan seorang putra. Betapa terkejutnya sang raja ketika melihat sosok pangeran yang buruk rupa. Di wajah, leher, dan bagian tubuh lainnya bertebaran kutil-kutil. Melihatnya saja membuat bulu kuduk berdiri.  Raja merahasiakan sosok pangeran yang dipenuhi kutil ini kepada rakyatnya. Ia pun mengancam akan memberikan hukuman mati kepada siapa saja di istana yang membocorkan rahasia ini.  Raja pun memanggil tiga orang pandai dan

Puing-Puing Hati

Cerbung oleh Anne Heryane indipendent. co. uk "Pergi dari sini. Aku sudah muak hidup sama kamu!"  Nadya membuncahkan kekesalannya kepada ayah dari putra tersayangnya yang masih balita itu.  Lelaki berperawakan tinggi kurus itu hanya duduk termenung, meresapi ucapan wanita yang telah mendampinginya selama lima tahun. Kata-kata itu begitu menohok ulu hati. Beberapa potong baju kemeja dan celana panjang dilemparkan Nadya ke arahnya. "Nih,  bawa semua baju kamu. Aku ingin kita cerai!" jerit wanita berusia 30 tahun itu.  Bagaikan disambar petir, ucapan Nadya membuat Firman terhenyak. Dadanya sesak. Namun, ia harus menghadapinya. Lelaki itu sadar bahwa ia selama ini belum mampu membahagiakan istrinya. Ia bergeming dengan perlakuan istrinya. Rasanya tak percaya jika rumah tangganya diterjang amukan badai sedahsyat ini.  Nadya benar-benar kalut. Ia melontarkan semua rasa yang selama ini singgah. Ada rasa sedih, kesal, benci, marah. Ia tela