Langsung ke konten utama

Balada Raja Kumbang

Puisi 
oleh Anne Heryane
www.cakmolltop.com

Di taman  istana yang megah
Raja kumbang menggulung bola kotoran
Dengan sumringah ia membawanya Berkeliling dunia
Bak santapan lezat di musim dingin

Betapa ia telah menebar penyakit
Sejagat raya
Menyeruakkan kebusukan hakiki
Menaburkan kemunafikan sejati
Menanamkan kezaliman abadi
Pada sendi-sendi kehidupan insani

Setengah mati kau berteriak memaki
Ia tetap asyik menyantap hidangan 
Melenggang dengan sensitivitas 
Indera yang dangkal
Memberangus suara hati yang kian mati

Di antara manusia yang menggelepar
Di antara manusia yang berdarah
Di kerumunan manusia yang kelaparan
Di kerumunan manusia yang sekarat

Di atas semua derita
Ia mantap berdendang bergoyang 
Berpesta pora
Bersama pasukan kumbang
Lalat dan tikus-tikus
Sambil menjilati bola kotoran 
Memabukkan

Sesekali mereka mengusapi perut buncitnya 
Dipenuhi bakteri
Menyunggingkan senyum picik
Di balik topeng kemuliaan

Tahukah? 
Betapa jijik manusia memandang
Dunia meringis menangis
Mengharapkan kemakmuran utopis
Sungguh miris

Rancamanyar, Bandung
24 Oktober 2019


#KomunitasODOP
#OneDayOnePost
#ODOPBatch7
#Puisi

Komentar

Mak 'Nces mengatakan…
Keren puisinya kakak...isinya mengenai suasana negara kita saat ini ya kakak ...dalem banget maknanya 😍
Catatananne@blogspot.com mengatakan…
Betul sekali Kak, Terima kasih sudah membaca 😄
Lusi Dan mengatakan…
Diksinya bener-bener ngena..pesan bisa tersampaikan.
atiq - catatanatiqoh mengatakan…
selalu juara bikin puisinya kak :)
Catatananne@blogspot.com mengatakan…
Wahh...itu doa buat saya, Amiin.😇 Terima kasih sudah membaca😊
eko endri wiyono mengatakan…
Keren Kakak bagus sekali #semangat

Postingan populer dari blog ini

Lorong Kelam

Fiksi oleh Anne Heryane Ilustrasi: www.pixabay.com Bola mata seperti ingin meloncat ke luar dari cangkangnya. Jantung berdegup kencang. Keringat menghujani seluruh tubuh mungil ini.  Mulut refleks menganga. Lekas-lekas kubekap dengan telapak tangan kanan. Benar-benar tak sanggup mempercayai semua ini.  Di sisi kanan labirin yang minim cahaya, beberapa anak berseragam putih abu sedang asyik ngefly . Dua jarum suntik dan sobekan plastik tersimpan tak beraturan di depannya. Beberapa botol miras digeletakkan serampangan. Mereka yang mayoritas lelaki puber itu bersandar lemas pada dinding lorong yang buram.  Ada juga sekitar tiga perempuan usia tanggung selonjoran di samping para lelaki setengah sadar itu. Sesekali mereka berbicara melantur dan terbahak-bahak sendiri. Persis orang sakit jiwa, pekik batinku.  Di sisi kiri lorong yang sedikit menjorok, tersisa ruang kecil berukuran satu kali dua meter. Dua muda-mudi nekad melucuti pakaian seragamnya. Di balik tirai tipi

Jacko Kutil (Part 1)

(Adaptasi dari Cerita Rakyat Joko Kendil)  oleh Anne Heryane Pada zaman dahulu, berdirilah kerajaan yang sangat besar pada masanya, yakni Kerajaan Novela. Kerajaan ini dipimpin seorang raja bernama Raja Eduardo. Sumber daya alam di kerajaan ini sangat melimpah ruah. Sayangnya, kehidupan rakyatnya jauh dari sejahtera. Mereka hidup dalam kemiskinan dan di bawah kekuasaan pemimpin yang semena-mena. Kekayaan alam di negeri itu hanya dinikmati raja, keluarga istana, para petinggi kerajaan, dan para bangsawan.  Suatu hari Ratu Esmeralda melahirkan seorang putra. Betapa terkejutnya sang raja ketika melihat sosok pangeran yang buruk rupa. Di wajah, leher, dan bagian tubuh lainnya bertebaran kutil-kutil. Melihatnya saja membuat bulu kuduk berdiri.  Raja merahasiakan sosok pangeran yang dipenuhi kutil ini kepada rakyatnya. Ia pun mengancam akan memberikan hukuman mati kepada siapa saja di istana yang membocorkan rahasia ini.  Raja pun memanggil tiga orang pandai dan

Puing-Puing Hati

Cerbung oleh Anne Heryane indipendent. co. uk "Pergi dari sini. Aku sudah muak hidup sama kamu!"  Nadya membuncahkan kekesalannya kepada ayah dari putra tersayangnya yang masih balita itu.  Lelaki berperawakan tinggi kurus itu hanya duduk termenung, meresapi ucapan wanita yang telah mendampinginya selama lima tahun. Kata-kata itu begitu menohok ulu hati. Beberapa potong baju kemeja dan celana panjang dilemparkan Nadya ke arahnya. "Nih,  bawa semua baju kamu. Aku ingin kita cerai!" jerit wanita berusia 30 tahun itu.  Bagaikan disambar petir, ucapan Nadya membuat Firman terhenyak. Dadanya sesak. Namun, ia harus menghadapinya. Lelaki itu sadar bahwa ia selama ini belum mampu membahagiakan istrinya. Ia bergeming dengan perlakuan istrinya. Rasanya tak percaya jika rumah tangganya diterjang amukan badai sedahsyat ini.  Nadya benar-benar kalut. Ia melontarkan semua rasa yang selama ini singgah. Ada rasa sedih, kesal, benci, marah. Ia tela