Langsung ke konten utama

Hujan dan Keabadian

Puisi Tema Hujan
oleh Anne Heryane

Foto:www.merdeka.com

Rintik hujan mendayu kalbu
Menyentuh mahligai angkasa
Mengalirkan kesejukan buana
Pada tanah yang kerontang
Seumpama melodi menyeruak euforia

Di antara desau lirik hujan
Angin menari-nari penuh dinamika
Berkolaborasi dengan petrikor
Menguak kelindan reminisensi
Pada memori yang mengulum senja

Rintik hujan pun memilin lara
Menyalakan nurani yang berkarat
Menggeliatkan renjana kehidupan
Kepada para penghuni semesta
Kepada bumi yang mengiba marwah langit seluas asa

 Engkau yang hadir di jeruji kematian
 ‎Sambut derai hujan pada jingga mentari
 ‎Biarkan sukma menggelora suara
 ‎Menerabas denting jam mayapada

Maka, tatkala rintik hujan meraja
Penuhi atmosfer dengan aroma firdaus
Bangkitlah jiwa-jiwa yang meringkuk di pekuburan
Laksana benih-benih bersorak menjelma lautan tetumbuhan

Inilah waktu
Rintik hujan memanggilmu menuju masa yang dijanjikan
Rintik hujan menagih kesetiaanmu kepada Dia yang tak tergantikan
Rintik hujan mengantarkanmu pada keabadian

Rancamanyar, Bandung
Rabu, 9 Oktober 2019

#TantanganPekan5
#PuisiHujan
#KomunitasODOP
#OneDayOnePost
#ODOPBatch7

 ‎
 ‎

Komentar

atiq - catatanatiqoh mengatakan…
wah pemilihan katanya mantap hehe
Catatananne@blogspot.com mengatakan…
Terima kasih kak sudah berkenan mampir 😊
Catatananne@blogspot.com mengatakan…
Terima kasih Ka Ashima 😊
eko endri wiyono mengatakan…
Bagus sekali Kakak, #semangaT
Catatananne@blogspot.com mengatakan…
Terima kasih Pa Eko 😊
Amanda Linhan mengatakan…
Bagus puisinya ^^
Catatananne@blogspot.com mengatakan…
Terima kasih ka Amanda 😊
Mak 'Nces mengatakan…
Keren diksinya kakak 😍😍😍
Reno Danarti mengatakan…
yeay, tantangan selesai 😎
temansenja.com mengatakan…
puisinya cantik
Catatananne@blogspot.com mengatakan…
Terima kasih ka Asma dan Ka Reno, iya Alhamdulillah selesai 😄
Catatananne@blogspot.com mengatakan…
Terima kasih ka lulu 😊
Naja Aya mengatakan…
tingkat suhu ini :)
Catatananne@blogspot.com mengatakan…
Terima kasih ka Sulis dan Ka Naja 😊

Postingan populer dari blog ini

Lorong Kelam

Fiksi oleh Anne Heryane Ilustrasi: www.pixabay.com Bola mata seperti ingin meloncat ke luar dari cangkangnya. Jantung berdegup kencang. Keringat menghujani seluruh tubuh mungil ini.  Mulut refleks menganga. Lekas-lekas kubekap dengan telapak tangan kanan. Benar-benar tak sanggup mempercayai semua ini.  Di sisi kanan labirin yang minim cahaya, beberapa anak berseragam putih abu sedang asyik ngefly . Dua jarum suntik dan sobekan plastik tersimpan tak beraturan di depannya. Beberapa botol miras digeletakkan serampangan. Mereka yang mayoritas lelaki puber itu bersandar lemas pada dinding lorong yang buram.  Ada juga sekitar tiga perempuan usia tanggung selonjoran di samping para lelaki setengah sadar itu. Sesekali mereka berbicara melantur dan terbahak-bahak sendiri. Persis orang sakit jiwa, pekik batinku.  Di sisi kiri lorong yang sedikit menjorok, tersisa ruang kecil berukuran satu kali dua meter. Dua muda-mudi nekad melucuti pakaian seragamnya. ...

Jacko Kutil (Part 1)

(Adaptasi dari Cerita Rakyat Joko Kendil)  oleh Anne Heryane Pada zaman dahulu, berdirilah kerajaan yang sangat besar pada masanya, yakni Kerajaan Novela. Kerajaan ini dipimpin seorang raja bernama Raja Eduardo. Sumber daya alam di kerajaan ini sangat melimpah ruah. Sayangnya, kehidupan rakyatnya jauh dari sejahtera. Mereka hidup dalam kemiskinan dan di bawah kekuasaan pemimpin yang semena-mena. Kekayaan alam di negeri itu hanya dinikmati raja, keluarga istana, para petinggi kerajaan, dan para bangsawan.  Suatu hari Ratu Esmeralda melahirkan seorang putra. Betapa terkejutnya sang raja ketika melihat sosok pangeran yang buruk rupa. Di wajah, leher, dan bagian tubuh lainnya bertebaran kutil-kutil. Melihatnya saja membuat bulu kuduk berdiri.  Raja merahasiakan sosok pangeran yang dipenuhi kutil ini kepada rakyatnya. Ia pun mengancam akan memberikan hukuman mati kepada siapa saja di istana yang membocorkan rahasia ini.  Raja pun memanggil ti...

Masih Adakah Cinta? (Bagian 2)

Romance Fiction Usai berbelanja bahan-bahan yang dibutuhkan untuk memasak, Merry pun kembali berjalan menuju rumahnya. Ia melewati Boulevard Street. Nama jalan di depan rumahnya, sebuah jalan khusus di kompleks elit yang pemiliknya rata-rata keturunan bangsawan Inggris.  Setelah sampai di rumah dua lantai dengan gaya arsitektur Eropa lama, Merry disambut oleh dua pelayannya berseragam hitam putih. Mereka sedikit membungkukkan badan melihat kedatangannya. Merry membalasnya dengan anggukan dan senyuman.  "July tolong bawa bahan-bahan masakan ini ke dapur. Kamu temani saya nanti masak ya!" serunya kepada seorang pelayan wanita yang berusia setengah baya.  "Baik, Nyonya!" sahut pelayan bertubuh gempal itu.  Merry selalu ingin menghidangkan makanan spesial untuk Andi dengan tangannya sendiri.  "Jessi, tolong kau rapikan meja makan ya.   Jangan lupa beri hiasan bunga mawar di tengahnya. Tambahkan pula dua buah lilin aromatik! " ...