(Adaptasi dari Cerita Rakyat Joko Kendil)
oleh Anne Heryane
Pada zaman dahulu, berdirilah kerajaan yang sangat besar pada masanya, yakni Kerajaan Novela. Kerajaan ini dipimpin seorang raja bernama Raja Eduardo. Sumber daya alam di kerajaan ini sangat melimpah ruah.
Sayangnya, kehidupan rakyatnya jauh dari sejahtera. Mereka hidup dalam kemiskinan dan di bawah kekuasaan pemimpin yang semena-mena. Kekayaan alam di negeri itu hanya dinikmati raja, keluarga istana, para petinggi kerajaan, dan para bangsawan.
Suatu hari Ratu Esmeralda melahirkan seorang putra. Betapa terkejutnya sang raja ketika melihat sosok pangeran yang buruk rupa. Di wajah, leher, dan bagian tubuh lainnya bertebaran kutil-kutil. Melihatnya saja membuat bulu kuduk berdiri.
Raja merahasiakan sosok pangeran yang dipenuhi kutil ini kepada rakyatnya. Ia pun mengancam akan memberikan hukuman mati kepada siapa saja di istana yang membocorkan rahasia ini.
Raja pun memanggil tiga orang pandai dan bijak di negerinya untuk menemukan penyebab serta cara menghilangkan penyakit kutil itu pada tubuh putranya.
"Wahai orang-orang bijak, ada apa gerangan yang terjadi dengan putraku, Pangeran Fernando? Adakah yang tahu penyebabnya?"
"Ampun Paduka Raja, hamba pikir ini adalah azab dari Tuhan karena kezaliman Paduka Raja kepada rakyat jelata selama ini. Munculnya kutil itu disebabkan hati Paduka Raja yang tidak bersih. Ditambah pula makanan yang masuk ke perut permaisuri adalah makanan hasil dari memeras keringat rakyat." Salah seorang bijak menyampaikan pendapatnya dengan sejujur-jujurnya.
"Apa Kau bilang? Lancang sekali! Pengawal, jebloskan dia ke penjara!" titah raja dengan murka.
Orang bijak itu pun diseret ke penjara oleh para pengawal istana. Orang bijak hanya bisa pasrah menerima hukuman raja.
Kedua orang bijak lainnya hanya terdiam dan saling tatap. Ada kegetiran di wajah mereka.
"Tuanku yang mulia, menurut hamba. Tuanku sangatlah hebat dan sakti. Karena itulah, Tuhan menguji kehebatan Paduka Raja dengan kelahiran pangeran yang disertai penyakit seperti ini!" Orang bijak berkata dengan rasa was-was di hatinya. Takut raja tidak berkenan.
"Hmm... Hmmm...!" Raja manggut-manggut sambil memikirkan setiap kata-katanya
"Lalu, bagaimana cara menghilangkan penyakitnya itu?" Raja menunjuk seorang bijak lainnya, untuk memberikan jawaban.
"Ampun Paduka Raja, menurut hamba Pangeran harus dibawa dan dibesarkan di sebuah desa terpencil, dekat sebuah danau yang mengandung air ajaib. Air tersebut mampu menyembuhkan segala macam penyakit. Tampaknya sang pangeran harus setiap hari mandi dengan air tersebut sampai ia tumbuh dewasa," sahut seorang bijak lainnya.
"Betul Tuanku, hamba mengenal seorang janda tua yang miskin tinggal di dekat danau tersebut. Paduka Raja bisa menitipkan pangeran kepada beliau. Wanita tua itu meskipun miskin, ia dikenal sangat baik hati," timpal orang bijak di sebelahnya, meyakinkan Raja.
Dengan berbagai pertimbangan akhirnya raja setuju dengan usulan dari orang-orang bijak itu. Raja menyerahkan pangeran kepada orang bijak untuk dititipkan kepada janda tua tersebut. Pangeran akan dibesarkan olehnya hingga mencapai usia 18 tahun.
Sementara itu, rakyat hanya mengetahui bahwa pangeran dibawa orang bijak untuk dididik agar pangeran menjadi seorang ksatria. Rakyat tak pernah tahu bahwa pangeran itu buruk rupa karena ditumbuhi banyak kutil di tubuhnya.
Wanita tua itu pun tak tahu bahwa anak yang dititipkan kepadanya adalah putra Raja Eduardo. Ia hanya diminta seorang bijak untuk merawat dan mendidik anak tersebut dengan baik.
***
Kehadiran anak tersebut adalah suatu berkah bagi wanita tua bernama Mbok Marimar itu. Ia hidup sebatang kara setelah sang suami meninggal 10 tahun yang lalu. Untuk memenuhi kebutuhan hidupnya sehari-hari Mbok Marimar berdagang kayu bakar dan arang di pasar.
"Setelah sekian lama berdoa akhirnya Gusti Allah mengamanahkan kepada hamba seorang anak, syukur alhamdulillah," ujar Mbok Marimar lalu sujud syukur.
Ditimang-timanglah anak itu dengan penuh kasih sayang seperti seorang ibu mengasihi putra kandungnya sendiri.
"Biarpun wajahmu buruk rupa, simbok yakin kau akan menjadi seorang pemuda yang baik hati dan gagah berani kelak, " ucapnya kepada anak yang digendongnya itu.
Seakan mengerti dengan kata-katanya, sang anak tersenyum. Mata bulatnya yang bening menatap wajah wanita itu penuh makna. Hatinya berseri-seri.
Waktu pun terus berganti. Mbok Marimar mengasuh anak itu dengan baik sampai ia kini menginjak usia delapan tahun. Tak lupa ia selalu memandikan anak itu dengan air dari Danau Kasturi sesuai pesan orang bijak.
Selama mengurus anak itu, Mbok Marimar tak kekurangan makanan. Ada saja pemberian orang-orang di sekitarnya. Ada juga seorang musafir yang tiba-tiba memberinya sepuluh keping emas. Menurutnya, itu bisa untuk biaya makan setahun.
Meskipun kondisi keuangannya tak sesulit dulu, Mbok Marimar tetap rajin bekerja. Ia pun merasa senang karena Jacko anak angkatnya itu tak sungkan membantunya bekerja.
Jacko membantu mencari kayu di hutan. Lalu ia mengangkutnya untuk dijual di Pasar Buenos letaknya di desa sebelah yang sudah mulai banyak penduduk itu.
Namun, alangkah sedihnya Mbok Marimar. Anak-anak di desa tak ada yang mau berteman dengan Jacko. Malah mereka selalu mengejek Jacko.
"Hei, Jacko Kutil. Pergi sana, ganggu ajah!" sentak seorang anak.
"Iya, nih ga usah deket-deket ya... ntar kita ketularan kutilnya!" timpal anak lainnya. Teman-temannya yang lain tertawa.
Begitulah yang terjadi tatkala Jacko menghampiri mereka. Padahal ia sangat ingin bermain bersama anak-anak desa itu.
Saat dalam perjalanan menuju pasar pun. Anak-anak desa sebelah sering mengolok-olok Jacko.
"Jacko Kutil... Jacko Kutil... Jacko Kutil!" teriak mereka sambil menguntit Jacko.
Mereka terbahak-bahak melihat Jacko yang buruk rupa. Telunjuk mereka terus mengarah pada sosok Jacko.
"Sabar ya, Nak. Tak usah mendengarkan ejekan mereka. Kelak mereka akan tahu bahwa kau layak dicintai karena kau punya hati yang mulia."
Begitulah ucapan Mbok Marimar yang selalu membesarkan hati Jacko agar sabar dan tidak patah semangat.
"Iya, Mbok. Jacko tak marah, Jacko hanya merasa agak sedih," jawabnya dengan nada sendu.
Karena penolakan teman-temannya itu, Jacko jadi sering bermain sendiri di hutan. Di sana, ia berlatih memanah untuk mengusir kejenuhannya. Karena itulah, Jacko memiliki kemampuan memanah yang tak tertandingi.
***
Beberapa tahun kemudian, Mbok Marimar sering sakit-sakitan. Maklum ia sudah sepuh. Jacko semakin merasa sedih melihat kondisi kesehatannya yang semakin menurun. Karena kondisinya itu, Jacko pun harus berdagang ke pasar sendirian. Rasanya ada yang hilang bila tidak pergi bersama ibu yang dikasihinya itu.
Jacko kini menginjak remaja. Dalam hatinya yang terdalam, Mbok Marimar merasa cemas. Ia tak mau meninggalkan dunia ini sebelum amanat orang bijak itu ditunaikannya. Ia pun tak mau meninggalkan Jacko tanpa penjelasan sedikit pun.
Namun, Mbok Marimar tak punya kuasa apa-apa untuk menghadapi ajal yang kian mendekat. Mbok Marimar segera memberitahu Jacko tentang kenyataan dirinya.
"Jacko anakku, ketahuilah bahwa sesungguhnya simbok bukanlah ibu kandungmu. Simbok hanyalah seseorang yang dititipi amanah untuk merawatmu. Meskipun begitu, simbok sangat bahagia dengan kehadiranmu di gubuk ini. Oh ya, telah lama simbok menyimpan benda ini. Inilah benda yang akan menunjukkan identitasmu sebenarnya," Mbok Marimar menyerahkan sebuah kalung perak berinisial F kepada Jacko.
Jacko menerima kalung itu dengan menyimpan tanda tanya di hatinya. Ia menatap nanar wanita tua itu.
"Kalung ini adalah satu petunjuk untukmu agar kau bisa kembali kepada keluargamu. Maafkan segala kekurangan simbok, ya Nak. Jadilah kau pemuda yang baik dan berani membela kebenaran!" ucapnya lirih disertai tarikan napas yang terasa semakin berat.
"Kalung ini adalah satu petunjuk untukmu agar kau bisa kembali kepada keluargamu. Maafkan segala kekurangan simbok, ya Nak. Jadilah kau pemuda yang baik dan berani membela kebenaran!" ucapnya lirih disertai tarikan napas yang terasa semakin berat.
Tak lama kemudian tubuh Mbok Marimar diam, tak ada gerakan sedikit pun. Bahkan, tak ada satu embusan napas pun dari hidungnya. Pipi pemuda itu lalu basah seketika. Jacko benar-benar merasa sedih karena kehilangan ibu yang selama ini merawatnya dengan penuh kasih sayang.
(bersambung)
Cerita selanjutnya Jacko Kutil (Part 2)
#KomunitasODOP
#ODOPBatch7
#OneDayOnePost
#Tantanganpekan4
#ceritarakyat
#Tantanganpekan4
#ceritarakyat
Komentar
Keren 😎 Kak Anne
#semangat
Pelajar pertama, jangan memberi makan keluarga dengan hasil yang haram atau tidak baik.
lucu pemilihan nama tokoh-tokohnya hehehe
semangat terus
😍😍
Berasa keliling dunia ya