Langsung ke konten utama

Puing-puing Hati (Part 4)

Cerbung
oleh Anne Heryane

Pagi-pagi Firman terduduk di ruang tengah rumah sederhana nan apik. Kepalanya tertunduk lesu. Sedikit demi sedikit mulut bergerak meluncurkan deretan kata. Tuturannya membangun imaji tentang konflik yang terjadi antara Firman dan Nadya. Tindakan dan Kata-kata Nadya yang menghujam jantung dibeberkan dengan detil. 

"Jadi, Nadya mengusirmu dengan cara seperti itu? Keterlaluan Nadya, sama sekali tak menghargai suami."

Wanita yang telah beruban dan berkeriput itu mendengus kesal. Ia tak rela putranya diperlakukan seperti itu. 

"Mengapa baru bercerita tentang sikap wanita itu setelah sekian lama hidup dengannya, hah? Kau masih saja membela istrimu yang berperangai buruk itu." 

Di samping wanita itu, duduk pula lelaki tua dengan sisa gurat ketegasan di wajah. Dia berujar dengan nada tak biasa. Ada kemarahan yang menggumpal di dada. 

"Jika memang Nadya sudah enggan hidup bersama denganmu. Lebih baik kau ceraikan dia!" titah sang ayah. 

Mendengar hal itu Firman terhentak. Pupil matanya membulat. Ia seakan tak menerima keputusan ayah. Jujur lelaki itu agak menyesal mengadukan masalah rumah tangganya kepada kedua orang tua. 

Bagaimana pun Firman masih menyayangi Nadya dan Rendy. Rasanya masih begitu berat untuk menceraikan Nadya, betapa pun besar keinginan Nadya untuk berpisah dengannya. Ia berharap dengan pergi beberapa lama Nadya akan menyadari kekeliruan sikapnya. 

"Jika kau kembali kepada wanita itu, saat berseteru lagi kau tak akan pernah diterima kembali di rumah ini. Ingat itu!" sungut sang ayah tegas. 

Firman tak menyangka ayah dan ibu akan semarah itu mendengar ceritanya. Tertutup sudah jalan untuk kembali kepada wanita yang dicintai. Firman mengira sang ayah dan ibu akan turut membantu mengatasi masalah internal rumah tangga. Namun, ternyata tidak. Keduanya malah membuat hubungan Firman dan Nadya semakin porak-poranda.

Firman tak sanggup membantah titah kedua orang yang sangat berperan dan berjasa membesarkannya. Namun,  sesungguhnya masih ada secuil asa di sudut hati untuk kembali. Firman memasrahkan diri kepada Sang Khalik. 

🍁🍁🍁

Seminggu sejak kepergian sang suami, Nadya merasakan waktu berjalan sangat lambat. Sehari rasanya bagaikan sebulan. 

Beban hidup pun semakin berat. Ia tak hanya harus berpikir tentang bagaimana meraih penghasilan untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari. Nadya mesti pula memutar otak menemukan pengasuh yang tepat untuk Rendy. Selain itu, Nadya juga harus memikirkan bayarannya. Hal itu artinya menambah beban biaya hidup. 

Pikir Nadya, dibandingkan oleh orang lain, rasanya lebih baik Rendy dijaga Firman. Anak itu akan lebih banyak mendapatkan perhatian dan kasih sayang dari sang ayah daripada orang lain atau bahkan kerabat.

Keluh kesah hidup kini ditelannya sendiri. Teringat saat Firman masih di sisi. Ketika Nadya merasa pusing, Firman memijat kepalanya dengan lembut. Lalu, ia memeluknya dengan hangat. Jiwa yang lelah pun meluruh karena kasih sayang dari lelaki itu. Canda dan tawa yang tercipta di dalam keluarga kecilnya turut mewarnai hari. Tak dinafikan, kehadiran Firman memberikan makna tersendiri. 

Nadya tak bisa menahan rasa itu. Benarkah ia merindukan kehadirannya? Benarkah Nadya benar-benar merasa kehilangan?

🍁🍁🍁

Tak ada kabar lagi dari lelaki itu. Ditatapnya Rendy dengan nanar pada suatu malam. 

"Papa ... Papa ... !" Rendy mengigau memanggil-manggil sang ayah. Keringat mengucur di pelipis. 

Disentuhnya kening sang anak dengan punggung tangan, panas.  Rendy demam.  Malam-malam mana ada klinik yang buka, pikir Nadya. Dicarinya obat penurun panas di laci. Sayang, tak jua ia temukan. Nadya panik.

Ia lalu mengompres Rendy dengan menggunakan kain dan air hangat. Rasa kantuk menyergap. Nadya harus menahan matanya yang berat agar tetap terjaga. 

Sungguh, ia benar-benar kelelahan mengurus putranya sendirian. Andaikan malam itu Firman ada di rumah. Ia tak akan selelah itu tentunya. Kembali Nadya mengingat sang suami. 

Pagi pun tiba. Masih saja Rendy memanggil-manggil sang ayah. Hati Nadya tersentuh dengan kelekatan batin Rendy terhadap Firman. 

"Sepertinya, Rendy benar-benar merindukan kehadiran ayahnya. Begitupula aku ... Ah tidak, apa yang baru saja kukatakan?" gumamnya. Dengan gesit ia menutup mulut. 

Nadya berjalan mondar-mandir di dalam rumah sempit itu. 

"Haruskah aku menelepon Firman?" tanya hatinya.

 "Tidak ... Tidak!" jawabnya sendiri, "Tapi bagaimana dengan Rendy? Ia begitu ingin bertemu ayahnya. Jika Lelaki itu kuhubungi ia pasti akan merasa bahwa aku masih sangat membutuhkannya." 

Nadya berpikir keras. "Ah, sudahlah demi Rendy," imbuhnya. 

Nadya menyingkirkan ego diri demi sang buah hati. Ditekanlah tombol on di gawai.  Terdengar nada sambung, tuutt...tuuut. 

"Halo...!" Suara Firman menyapa di ujung telepon. 

Entah mengapa. Suaranya terdengar begitu merdu. Ada kerinduan menjalari sukma. 

"Nadya, kamu kah itu, Sayang?" ucapnya. 

Aku tercekat mendengar panggilan sayang darinya, setelah sekian lama. Aku menelan ludah kemudian perlahan angkat bicara. 

"Kang, bisakah ke rumah? Rendy sakit panas," isakku. 

"Apa Rendy sakit? Ya ... ya tentu saja,  Nadya!" Aku segera meluncur ke sana. 

Suamiku, apakah kau telah memaafkanku. Betapa ringannya kau mengucapkan kata sayang dan bersedia segera memenuhi permintaanku untuk datang. Tak ingatkah kau bahwa aku telah memaki dan mengusirmu dengan kasar dari rumah ini. Batinnya tersedu.

Tanpa ba bi bu lagi. Nadya langsung mengakui kesalahan dan meminta maaf padanya. Dia semakin sadar bahwa hidup tanpa suami tercinta laksana daun kering yang selalu merindukan hujan. 

"Kang, maafkan Nadya ya? Tolong, kembalilah ke rumah. Nadya dan Rendy kangen sama akang."

"Akang sangat ingin kembali sama kamu, Nadya. Tapi itu sulit karena ayah dan ibu tak mengizinkan."

"Apa akang bilang? Kang, tolong kembalilah...hiks... kembalilah sama Nadya! Jangan biarkan Nadya sendiri, Kang" Tangis wanita itu memuncak, "Nadya mengaku salah, Nadya ga akan berlaku kasar lagi sama akang. Nadya janji!"

Betapa hati Firman terenyuh dengan ungkapan Nadya yang memohon maaf serta memintanya kembali. Ia hanya bisa pasrah. Sejujurnya Firman sangat mencintai Nadya dan anaknya, Rendy. Ia pun tak ingin jauh dari mereka. Namun, bagaimana dengan pernyataan ayah dan ibu yang melarangnya untuk bersatu lagi dengan Nadya? Bingung.

🍁🍁🍁

#TantanganPekan8
#Cerbung
#KomunitasODOP
#OneDayOnePost
#ODOPBatch7

Komentar

Amanda Linhan mengatakan…
Tulisannya bagus, tetapi sudut pandang penulisannya masih belum konsisten. Keep up the good work!
Ashima Meilla Dzulhijjah mengatakan…
Keren mbak Anne...
Sabar sekali firman...
Akankah ada kelanjutannya?

Postingan populer dari blog ini

Lorong Kelam

Fiksi oleh Anne Heryane Ilustrasi: www.pixabay.com Bola mata seperti ingin meloncat ke luar dari cangkangnya. Jantung berdegup kencang. Keringat menghujani seluruh tubuh mungil ini.  Mulut refleks menganga. Lekas-lekas kubekap dengan telapak tangan kanan. Benar-benar tak sanggup mempercayai semua ini.  Di sisi kanan labirin yang minim cahaya, beberapa anak berseragam putih abu sedang asyik ngefly . Dua jarum suntik dan sobekan plastik tersimpan tak beraturan di depannya. Beberapa botol miras digeletakkan serampangan. Mereka yang mayoritas lelaki puber itu bersandar lemas pada dinding lorong yang buram.  Ada juga sekitar tiga perempuan usia tanggung selonjoran di samping para lelaki setengah sadar itu. Sesekali mereka berbicara melantur dan terbahak-bahak sendiri. Persis orang sakit jiwa, pekik batinku.  Di sisi kiri lorong yang sedikit menjorok, tersisa ruang kecil berukuran satu kali dua meter. Dua muda-mudi nekad melucuti pakaian seragamnya. Di balik tirai tipi

Jacko Kutil (Part 1)

(Adaptasi dari Cerita Rakyat Joko Kendil)  oleh Anne Heryane Pada zaman dahulu, berdirilah kerajaan yang sangat besar pada masanya, yakni Kerajaan Novela. Kerajaan ini dipimpin seorang raja bernama Raja Eduardo. Sumber daya alam di kerajaan ini sangat melimpah ruah. Sayangnya, kehidupan rakyatnya jauh dari sejahtera. Mereka hidup dalam kemiskinan dan di bawah kekuasaan pemimpin yang semena-mena. Kekayaan alam di negeri itu hanya dinikmati raja, keluarga istana, para petinggi kerajaan, dan para bangsawan.  Suatu hari Ratu Esmeralda melahirkan seorang putra. Betapa terkejutnya sang raja ketika melihat sosok pangeran yang buruk rupa. Di wajah, leher, dan bagian tubuh lainnya bertebaran kutil-kutil. Melihatnya saja membuat bulu kuduk berdiri.  Raja merahasiakan sosok pangeran yang dipenuhi kutil ini kepada rakyatnya. Ia pun mengancam akan memberikan hukuman mati kepada siapa saja di istana yang membocorkan rahasia ini.  Raja pun memanggil tiga orang pandai dan

Puing-Puing Hati

Cerbung oleh Anne Heryane indipendent. co. uk "Pergi dari sini. Aku sudah muak hidup sama kamu!"  Nadya membuncahkan kekesalannya kepada ayah dari putra tersayangnya yang masih balita itu.  Lelaki berperawakan tinggi kurus itu hanya duduk termenung, meresapi ucapan wanita yang telah mendampinginya selama lima tahun. Kata-kata itu begitu menohok ulu hati. Beberapa potong baju kemeja dan celana panjang dilemparkan Nadya ke arahnya. "Nih,  bawa semua baju kamu. Aku ingin kita cerai!" jerit wanita berusia 30 tahun itu.  Bagaikan disambar petir, ucapan Nadya membuat Firman terhenyak. Dadanya sesak. Namun, ia harus menghadapinya. Lelaki itu sadar bahwa ia selama ini belum mampu membahagiakan istrinya. Ia bergeming dengan perlakuan istrinya. Rasanya tak percaya jika rumah tangganya diterjang amukan badai sedahsyat ini.  Nadya benar-benar kalut. Ia melontarkan semua rasa yang selama ini singgah. Ada rasa sedih, kesal, benci, marah. Ia tela