Langsung ke konten utama

Ulasan Cerpen Berjudul "Cerita Seorang Lelaki yang Sedang Bermimpi tentang Dirinya yang Sedang Bermimpi" Penulis: Achmad Ikhtiar

oleh Anne Heryane


I. Unsur Intrinsik 

A. Tema dan Amanat

Cerita ini sepertinya termasuk cerita berbingkai atau cerita dalam cerita. Cerpen ini menurut saya sederhana dan unik. Idenya sangat dekat dengan kehidupan sehari-hari yaitu tentang mimpi dan kebahagiaan. Setiap orang pasti mempunyai mimpi dan ketika mimpinya terwujud tentu akan merasa bahagia. 

Kebanyakan orang menganggap bahwa mimpi cenderung bisa diwujudkan ketika memiliki banyak uang. Ini disampaikan dengan cerita bahwa tokoh aku yang sedang bermimpi dan dalam mimpinya itu memenangkan lotere. Hadiah yang luar biasa banyak itu malah dihabiskan untuk membeli mimpi. 

Setelah membeli mimpi ia bermimpi menjadi orang kaya dan hendak menikahi gadis pujaannya bernama Narti, lalu mencoba mewujudkan impian emaknya untuk ibadah haji dan impian bapaknya untuk membeli kerbau. Namun, kebahagiaan yang baru saja  didapatnya berbalik 180 derajat. Ternyata emaknya terkena penipuan Perusahaan  travel haji dan Kerbau Bapaknya dicuri, Narti juga ternyata berselingkuh. Kejadian-kejadian itu membuat emak, bapak, dan tokoh aku frustasi. Apalagi terus terngiang-ngiang di telinga tokoh aku yang sedang bermimpi itu semua orang mengatakan "Kau tak bisa membeli kebahagiaan". 

Saking pusingnya mendengar kata-kata itu dia memukul keningnya sampai tak sadar. Selanjutnya, tokoh aku melihat dalam mimpinya aku yang sedang bermimpi ia terlahir kembali sebagai aku dan melihat emak dan bapaknya yang bangga dan bahagia dengan kelahiranku. 

Cerita ini memberikan pesan bahwa mimpi dan kebahagiaan tak bisa dibeli dengan uang, harta, atau materi. Harta sifatnya fana. Namun kebahagiaan akan selalu hadir di hati bila kita selalu berusaha menciptakan kebahagiaan dalam kehidupan kita. 

B. Point Of View

Cerita ini menggunakan sudut pandang orang pertama sebagai pelaku utama. Hal ini terlihat dengan penggunaan pronomina "aku".  Sudut pandang ini sangat tepat sehingga tokoh lebih merasakan apa yang dialaminya. 

C. Alur

Alur dalam cerita ini adalah alur maju. 

Tahapan alur

Pengenalan:
Tokoh aku dalam mimpi tokoh aku yang sedang bermimpi mendapat hadiah lotere

Konflik: 
Tokoh aku menghabiskan hadiah untuk membeli mimpi sementara emak Bapaknya berpesan agar membantu mewujudkan harapan orang tua bila memiliki banyak uang. 

Komplikasi: 
Ketika keadaan berubah drastis, emak terkena penipuan oleh agen travel haji, kerbau Bapak diambil maling, dan Narti dibonceng kekasihnya. 

Klimaks: Semua orang mengatakan "Kamu tidak akan pernah bisa membeli kebahagiaan" lalu Tokoh aku depresi dengan musibah yang terjadi dalam mimpinya dan omongan yang terus berdengung di kepalanya. 

Penyelesaian:
Tokoh aku terlahir kembali menjadi sosok bayi yang memberikan kebahagiaan pada hati kedua orang tua karena ketulusan dan kecintaan seorang ibu atau ayah kepada anaknya. 

D. Tokoh dan Penokohan

Aku: peduli kepada orang tua, banyak keinginan terutama ingin menjadi orang kaya dan sangat ingin membahagiakan orang tua 

Emak: keibuan, religius terbukti dengan keinginan kuatnya untuk beribadah haji 

Bapak: gagah, kebapakan, dan senang dengan  kekayaan berupa hewan ternak dan tanah di desa

Narti: sabar, cerdas, keibuan, tak setia

E. Latar

Latar Suasana: 
menyenangkan saat bermimpi mendapat lotere dan menjadi orang kaya, menyedihkan saat tiba-tiba tokoh-tokohnya mendapat musibah, menegangkan saat muncul suara-suara dengan kalimat “Kamu tidak akan pernah bisa membeli kebahagiaan.”

Layar Tempat: 
Jalan,  sawah, sebuah desa, rumah sakit

Dari arah warung dekat sawah, Emak dan Bapak keluar, juga dengan tangan menunjuk ke arah orang yang membeli mimpi dalam mimpiku itu. 
Saat sadar, aku berada di rumah sakit. Berada dalam selimut hangat di gendongan seorang suster.

Latar Waktu: 
Nanti, kini

Bapak kini baru saja menjadi seorang bapak. Emak baru saja menjadi seorang emak. Dan aku baru terlahir kembali sebagai aku.

F. Gaya Bahasa

Bahasanya lugas tetapi agak sulit dimengerti Ketika penulis menyampaikan Dalam mimpiku aku melihat mimpi aku yang sedang bermimpi itu memenangkan lotere. 

Herannya aku yang ada dalam mimpi aku yang sedang bermimpi itu malah menghabiskan semua hadiahnya untuk membeli mimpi.

Sebagai pembaca saya perlu mengulang membaca beberapa kali untuk memahami maksudnya. 

Majas Asosiasi
Kalimat mereka makin cepat, lebih mirip seperti dengungan ribuan lebah. 

Majas Metafora
Seandainya aku punya uang, pasti sudah kunikahi dia dari jauh-jauh hari, toh orangtuanya juga sudah memberi lampu hijau.

Tapi apa mau dikata, tiupan angin yang semula menenteramkan mendadak menjadi badai saat secara tidak sengaja dia berpapasan dengan Narti yang sedang berboncengan dengan mantan kekasihnya. 

Majas Hiperbola
Wajah Emak yang masih muda terlihat kelelahan. Rambut panjangnya kusut masai dan pakaian bersimbah keringat. 

G. Ejaan Bahasa Indonesia

Secara umum penulis menggunakan ejaan dengan sangat baik dan tepat namun ada sedikit penulisan yang perlu diperbaiki, pada kata ulang tawar menawar di sana tidak tertera penulisan tanda hubung, jadi seharusnya ditulis tawar-menawar.

II.Unsur Ekstrinsik

Cerita ini memuat nilai-nilai kehidupan seperti nilai budaya, nilai agama, nilai sosial,  dan nilai moral. 

Nilai Budaya: Dalam budaya Indonesia, seseorang yang hendak menikah harus melakukan acara lamaran dulu yakni datang ke rumah orang tua sang gadis bersama kedua orang tua pelamar. 

Pulang dari acara lamaran, Emak dan Bapak diajaknya mampir ke sebuah peternakan kerbau.

Nilai Agama: Keimanan pada hati seorang hamba selalu memunculkan kerinduan untuk beribadah. 

Beliau selalu terkenang-kenang menginjakkan kaki di Mekah, berjalan memutari Ka’bah dan mencium Hajar Aswad. Setiap kali Emak berbicara tentang Mekah, maka beliau pasti teringat dengan Nabi Muhammad SAW. dan semua perjuangan beliau lalu pasti berderai-derailah air mata Emak.

Nilai sosial: 
Hubungan seseorang dengan orang lain dalam keluarga dan masyarakat harus dijalin dengan baik. 

Komunikasi selalu dihadirkan dalam interaksi dengan sesama sebagai bentuk kepedulian satu sama lainnya. 

Tapi apa mau dikata, kabar menyebar dengan cepat, dari mulut tukang sayur langganan Emak berita itu sampai juga. 

Nilai Moral:
Hendaknya seorang anak berusaha patuh, membantu, dan membahagiakan kedua orang tuanya.

Dalam kehidupan masyarakat selalu ada pihak yang bermoral buruk dan merugikan banyak orang. 

Kulihat Emak sampai sujud syukur saking bahagianya karena semua harapan yang malah hampir menjadi angan-angan itu terwujud sebegitu mudah.

Kerbau yang baru dibeli dua hari lalu dicuri. Tidak ketahuan siapa yang mencuri, tak ada bekas-bekas kerusakan pada kandang atau pun kuncinya, bahkan jejak kaki pada tanah sekitar kandang yang becek pun nihil.

Emak lain lagi, ada santer kabar orang yang membeli mimpi itu terlihat di televisi tentang penipuan para calon jamaah haji. 

Teks Cerpen

Cerita Seorang Lelaki yang Sedang Bermimpi tentang Dirinya yang Sedang Bermimpi
Oleh: Achmad Ikhtiar

Suatu malam aku bermimpi tentang diriku yang sedang bermimpi. Dalam mimpiku aku melihat mimpi aku yang sedang bermimpi itu memenangkan lotere. Hadiahnya luar biasa banyak. Lebih banyak dari yang berani aku mimpikan dalam kehidupan nyata. Herannya aku yang ada dalam mimpi aku yang sedang bermimpi itu malah menghabiskan semua hadiahnya untuk membeli mimpi. Tampaknya aku yang ada dalam mimpi aku yang sedang bermimpi itu sudah lupa pada pesan Emak di kampung. Beliau selalu terkenang-kenang menginjakkan kaki di Mekah, berjalan memutari Ka’bah dan mencium Hajar Aswad. Setiap kali Emak berbicara tentang Mekah, maka beliau pasti teringat dengan Nabi Muhammad SAW. dan semua perjuangan beliau lalu pasti berderai-derailah air mata Emak.
Lain lagi dengan Bapak. Bapak selalu berpesan kepadaku kalau sekiranya nanti aku mendapat rezeki nomplok, beliau ingin sekali membeli sepasang kerbau, mengajak mereka merumput dan membiarkan beranak pinak. Tidak tanggung-tanggung, sebidang tanah di belakang rumah sudah disiapkan untuk dijadikan kandang.
Aku yang ada dalam mimpi aku yang sedang bermimpi itu memang benar-benar keterlaluan, dengan entengnya dia membelanjakan semua hadiahnya hanya untuk membeli sebuah mimpi. Kalau sekiranya aku bisa masuk ke dalam mimpi aku yang sedang bemimpi itu pasti sudah kuhajar dia, kutempeleng sampai sadar.
Setelah membeli mimpinya itu, dia lalu bermimpi. Jadi aku bermimpi tentang diriku yang sedang bermimpi lalu membeli mimpi hanya untuk sekadar melanjutkan mimpi.
Dalam mimpinya ada Narti, gadis yang sudah empat tahun ini kupacari dan terus menerus merengek untuk segera dinikahi. Narti yang sabar, keibuan dan cerdas. Seandainya aku punya uang, pasti sudah kunikahi dia dari jauh-jauh hari, toh orangtuanya juga sudah memberi lampu hijau.
Dalam mimpi yang baru dia beli itu, ternyata dia bermimpi jadi orang yang kaya. Tanpa menunggu tempo lama dia ajak Emak dan Bapak untuk bertemu dengan orangtua Narti. Singkat cerita, tanggal pernikahan sudah dipilih. Aku yang hanya jadi penyaksi dari aku yang sedang bermimpi lalu membeli mimpi itu ikut merasa bahagia, heran juga padahal bukan aku yang akan menikahi Narti tapi orang yang serupa sepertiku yang ada dalam mimpi. Bahagia menyaksikan orang yang mirip aku dan orang yang aku sayangi bahagia adalah juga sebuah kebahagiaan tersendiri.
Pulang dari acara lamaran, Emak dan Bapak diajaknya mampir ke sebuah peternakan kerbau. Tanpa ba-bi-bu dan tawar menawar yang alot dia belikan bapak sepasang kerbau paling bagus yang ada di peternakan itu. Tak bisa aku gambarkan ekspresi wajah Bapak yang aku lihat dalam mimpiku itu. Tak pernah wajah bapak—seumur hidupku—kulihat sebahagia itu. Bapak adalah orang yang selalu ingin terlihat gagah, garis dahinya yang keras dan kumis hitamnya yang tebal setidaknya mewakili karakter itu. Tapi dalam mimpiku itu kulihat bapak menangis. Menangis bahagia.
Tak jauh beda dengan Emak, sebelum sampai ke rumah, orang yang membeli mimpi dalam mimpiku itu belok ke sebuah agen perjalanan haji. Kulihat Emak sampai sujud syukur saking bahagianya karena semua harapan yang malah hampir menjadi angan-angan itu terwujud sebegitu mudah.
Narti sudah dilamar, kerbau untuk Bapak sudah terbeli, rencana Emak untuk pergi ke Tanah Suci tinggal menunggu hari. Sekarang aku sadar, ternyata kebahagiaan itu bisa dibeli. Dengan uang kita bisa membeli semua kebutuhan. Dengan uang segala jenis dahaga bisa terpuaskan. Uang bisa membeli kebahagiaan.
Sampai tiba saatnya, semua keadaan itu berbalik dengan cepat. Kerbau yang baru dibeli dua hari lalu dicuri. Tidak ketahuan siapa yang mencuri, tak ada bekas-bekas kerusakan pada kandang atau pun kuncinya, bahkan jejak kaki pada tanah sekitar kandang yang becek pun nihil. Seolah-olah kerbau itu hilang begitu saja dari dalam kandang. Bapak stres berat. Sekarang setiap harinya hanya dihabiskan untuk melamun sambil meratapi kerbaunya yang hilang.
Emak lain lagi, ada santer kabar orang yang membeli mimpi itu terlihat di televisi tentang penipuan para calon jamaah haji. Dia coba merahasiakan hal itu sambil terus memantau perkembangan dan harap-harap cemas semoga Emak bukan salah satu korbannya. Tapi apa mau dikata, kabar menyebar dengan cepat, dari mulut tukang sayur langganan Emak berita itu sampai juga. Emak bertanya dan memaksa memastikan agar orang yang membeli mimpi dalam mimpiku itu segera menanyakan pada agen perjalanan haji tempat Emak mendaftar.
Berkali-kali menelepon tetap tak bisa tersambung. Mencoba menyatroni langsung ternyata kantornya sudah tutup. Emak menangis tersedu-sedu, dengan bibir gemetar dan jari memelintir biji tasbih. Kebiasaan Emak saat sedih memang begitu, beliau tak akan berhenti mengingat Tuhan sampai hatinya benar-benar merasa tenang. Putus sudah harapan Emak untuk berkunjung ke Baitullah di Mekah.
Dengan perasaan gundah, orang yang membeli mimpi dalam mimpiku itu melajukan motornya pergi ke rumah Narti. Tiupan angin dan pemandangan sawah yang hijau di kiri-kanan jalan sedikit bisa menenteramkan hatinya.
Tapi apa mau dikata, tiupan angin yang semula menenteramkan mendadak menjadi badai saat secara tidak sengaja dia berpapasan dengan Narti yang sedang berboncengan dengan mantan kekasihnya. Dengan emosi di ubun-ubun dia berbalik arah dan mencegat motor yang membonceng Narti.
Motor digeletakkannya begitu saja tanpa sempat menurunkan standar. Sambil berteriak-teriak dan menujuk-nunjuk ke arah Narti dia ngomel tidak karuan. Narti hanya mematung. Perlahan-lahan tangan kanannya terangkat ke arah orang yang sudah membeli mimpi dalam mimpiku itu.
“Kamu tidak akan pernah bisa membeli kebahagiaan,” katanya. Suara Narti pelan namun terdengar sangat jelas seolah-olah suara itu bukan berasal dari mulut Narti tapi keluar dari dalam kepalaku dan kepala orang yang membeli mimpi dalam mimpiku.
Dari arah warung dekat sawah, Emak dan Bapak keluar, juga dengan tangan menunjuk ke arah orang yang membeli mimpi dalam mimpiku itu. Lagi-lagi kata-kata yang dikeluarkan sama dengan ucapan Narti. 
“Kamu tidak akan pernah bisa membeli kebahagiaan.”
Perlahan-lahan muncul satu persatu orang yang pernah ditemuinya beberapa hari belakangan. Penjual kerbau, orangtua Narti, mbak-mbak penjaga agen perjalanan, tukang sayur langganan Emak dan lainnya.
Mereka semua menunjuk dan berucap dengan satu suara, “Kamu tidak akan pernah bisa membeli kebahagiaan.”
“Kamu tidak akan pernah bisa membeli kebahagiaan.”
“Kamu tidak akan pernah bisa membeli kebahagiaan.”
Kalimat mereka makin cepat, lebih mirip seperti dengungan ribuan lebah. Sampai pada akhirnya, aku dan orang yang membeli mimpi dalam mimpiku itu tidak kuat, menjambaki rambut dan memukul-mukul kening agar sura-suara itu berhenti.
Setelah itu gelap.
Saat sadar, aku berada di rumah sakit. Berada dalam selimut hangat di gendongan seorang suster.
Wajah Emak yang masih muda terlihat kelelahan. Rambut panjangnya kusut masai dan pakaian bersimbah keringat. Sementara Bapak yang juga terlihat muda, dengan kumis tebalnya sedang memegangi tangan Emak sambil manatap ke arahku dengan tatapan bangga bercampur bahagia. 
Bapak kini baru saja menjadi seorang bapak. Emak baru saja menjadi seorang emak. Dan aku baru terlahir kembali sebagai aku.




#TugasPekan1
#KelasFiksiODOP






Komentar

niozaharani mengatakan…
😱 lengkap banget, Mbak Anne! Berasa tugas sekolah😅, aku juga pilih cerpen ini😁! 👌
Catatananne@blogspot.com mengatakan…
Hehe.. Iya ya Mbak Nio kayak tugas sekolah ajah!😁😁

Wah... Samaan dong!
Catatananne@blogspot.com mengatakan…
Yuk... sama-sama belajar kak!

Terima kasih sudah mampir
Aysafitri114 mengatakan…
Wih lengkap banget
Restanti mengatakan…
Lengkap kap.
Keren
Catatananne@blogspot.com mengatakan…
Terima kasih sudah berkenan membaca ya Kak😊😊
Yulia mengatakan…
LENGKAP pisan euy🤣 keren ka detail juga.
Yoharisna mengatakan…
Komplit. Keren mbak.. aku juga mau belajar dengan mbak..
Catatananne@blogspot.com mengatakan…
Terima kasih teman-teman sudah mampir. Saya juga masih belajar, Kak 😅

Postingan populer dari blog ini

Lorong Kelam

Fiksi oleh Anne Heryane Ilustrasi: www.pixabay.com Bola mata seperti ingin meloncat ke luar dari cangkangnya. Jantung berdegup kencang. Keringat menghujani seluruh tubuh mungil ini.  Mulut refleks menganga. Lekas-lekas kubekap dengan telapak tangan kanan. Benar-benar tak sanggup mempercayai semua ini.  Di sisi kanan labirin yang minim cahaya, beberapa anak berseragam putih abu sedang asyik ngefly . Dua jarum suntik dan sobekan plastik tersimpan tak beraturan di depannya. Beberapa botol miras digeletakkan serampangan. Mereka yang mayoritas lelaki puber itu bersandar lemas pada dinding lorong yang buram.  Ada juga sekitar tiga perempuan usia tanggung selonjoran di samping para lelaki setengah sadar itu. Sesekali mereka berbicara melantur dan terbahak-bahak sendiri. Persis orang sakit jiwa, pekik batinku.  Di sisi kiri lorong yang sedikit menjorok, tersisa ruang kecil berukuran satu kali dua meter. Dua muda-mudi nekad melucuti pakaian seragamnya. ...

Jacko Kutil (Part 1)

(Adaptasi dari Cerita Rakyat Joko Kendil)  oleh Anne Heryane Pada zaman dahulu, berdirilah kerajaan yang sangat besar pada masanya, yakni Kerajaan Novela. Kerajaan ini dipimpin seorang raja bernama Raja Eduardo. Sumber daya alam di kerajaan ini sangat melimpah ruah. Sayangnya, kehidupan rakyatnya jauh dari sejahtera. Mereka hidup dalam kemiskinan dan di bawah kekuasaan pemimpin yang semena-mena. Kekayaan alam di negeri itu hanya dinikmati raja, keluarga istana, para petinggi kerajaan, dan para bangsawan.  Suatu hari Ratu Esmeralda melahirkan seorang putra. Betapa terkejutnya sang raja ketika melihat sosok pangeran yang buruk rupa. Di wajah, leher, dan bagian tubuh lainnya bertebaran kutil-kutil. Melihatnya saja membuat bulu kuduk berdiri.  Raja merahasiakan sosok pangeran yang dipenuhi kutil ini kepada rakyatnya. Ia pun mengancam akan memberikan hukuman mati kepada siapa saja di istana yang membocorkan rahasia ini.  Raja pun memanggil ti...

Masih Adakah Cinta? (Bagian 2)

Romance Fiction Usai berbelanja bahan-bahan yang dibutuhkan untuk memasak, Merry pun kembali berjalan menuju rumahnya. Ia melewati Boulevard Street. Nama jalan di depan rumahnya, sebuah jalan khusus di kompleks elit yang pemiliknya rata-rata keturunan bangsawan Inggris.  Setelah sampai di rumah dua lantai dengan gaya arsitektur Eropa lama, Merry disambut oleh dua pelayannya berseragam hitam putih. Mereka sedikit membungkukkan badan melihat kedatangannya. Merry membalasnya dengan anggukan dan senyuman.  "July tolong bawa bahan-bahan masakan ini ke dapur. Kamu temani saya nanti masak ya!" serunya kepada seorang pelayan wanita yang berusia setengah baya.  "Baik, Nyonya!" sahut pelayan bertubuh gempal itu.  Merry selalu ingin menghidangkan makanan spesial untuk Andi dengan tangannya sendiri.  "Jessi, tolong kau rapikan meja makan ya.   Jangan lupa beri hiasan bunga mawar di tengahnya. Tambahkan pula dua buah lilin aromatik! " ...