Fiksi Mini
Oleh Anne Heryane
Terkungkung dalam jeruji sangkar besi telah menjadi jalanku. Sekian lama hatiku berontak namun berakhir pada kesenduan.
Kegelisahan semakin mengukuhkan ketidakberdayaanku. Sayap ini yang dulu bergerak gesit dan lincah, telah lumpuh oleh nanah.
Udara di sini begitu berdebu. Napasku tersekat pilu. Tak ada keceriaan hanya tangis dari waktu lalu.
Rindu mengombak hebat di relung jiwa akan kebebasan yang berbaur dengan kebahagiaan.
Di sini aku hanya mampu terdiam menatap biru langit. Dengan mata nanar dan hati menggebu. Memenuhi kalbu dengan bayang-bayang. Meloncat-loncat di celah-celah awan bermandi cahaya surgawi. Ahh..apakah hanya sekadar mimpi?
Sial kesadaranku membumi. Kudapati diri mendekap dalam sangkar.
"Bebaskan aku!" suara batinku meletup-letup. Namun, Ia hanya terus memandangi kemolekan tubuhku. Bulu-bulu halus berwarna kuning keemasan dan samar garis-garis putih di ujung sayap patahku telah memikat matanya.
Teriakanku pun ibarat nyanyian yang mendayu lembut di telinganya. Ia jatuh cinta padaku. Namun, cintanya memenjarakan dan meredupkan cahaya hidupku.
"Tuan kasihanilah aku, biarkanlah aku pergi! Tangisku mengiba. Tak juga ia melepaskanku.
Seperti orang bisu dan tuli ia sedikitpun tak peduli akan lubang di ulu hatiku yang mulai membusuk menjalari setiap mili organ tubuhku.
"Ini makananmu sayang!" disodorkannya wadah kecil berisi puluhan belatung putih yang meliuk-liuk itu. Ia membalut seringainya dengan senyuman kemudian berlalu.
Aku sedikitpun tak melirik makanan itu. Selera makanku telah punah. Lambungku sudah begitu kenyang dengan penderitaan.
Aku menatap taman rumah dengan kosong. Lalu, bersiul lirih dalam sangkar yang menggantung di atap balkon.
Pandanganku terasa semakin lama semakin berkabut. Tetiba tampak sosok wanita cantik mengepakkan sayapnya yang putih di hadapanku. Sungguh keindahan tak terperi. Aku begitu terpesona. Seolah tak percaya, aku pun mengucek mataku berkali-kali.
"A..apa..apakah engkau sang bidadari?" ucapku tersendat-sendat.
Ia hanya melempar senyumnya yang menawan sambil perlahan menganggukkan kepalanya yang bermahkotakan cahaya.
Jantungku berdebar cepat seolah menemukan harapan yang telah lama kutunggu. Kulihat sayapnya yang amat menakjubkan itu. Hatiku pun berbisik.
"Izinkan aku meminjam sayapmu tuk arungi samudera awan. Sekejap saja aku terbang sekadar melepas dahaga akan pesona air mata surga."
Tak lama kemudian, kurasakan kedua sayap itu melekat di punggungku. Pintu sangkar pun terbuka. Aku terkejut setengah mati.
"Terbanglah!" Sebuah suara sedikit menggaung mengalun merdu. Sosok itu pun menghilang diselimuti angin.
Aku keluar dari sangkarku lalu terbang setinggi-tingginya. Berurailah air mata kebahagiaan yang datang bergelombang-gelombang memenuhi ruang dadaku.
#OneDayOnePost
#ODOPBatch7
#KomunitasODOP
#Fiksi
Komentar