Langsung ke konten utama

Pertemuanku dengan Teman Lama

Catatan Harian


Ahad,  29 September 2019,

Pagi ini seorang teman semasa SMA menghubungiku. Ia berkata melalui telepon bahwa ia ingin berkunjung ke rumahku. Aku menyambutnya dengan riang karena kami memang telah lama tak bersua. 

Dulu aku berniat datang ke rumahnya untuk bersilaturrahim. Namun, karena anak bungsuku kurang sehat,  jadinya niat itu terus tertunda. Alhamdulillah, hari ini Allah kembali mempertemukan kami. Aku yakin di balik ini semua ada hikmah yang bisa diambil. 

Temanku bernama Teti. Dia tinggal di Caringin Bandung bersama suami dan kedua anak laki-lakinya, Falah yang berusia 10 tahun dan Wafi yang berusia 3 tahun. Sedangkan aku, tinggal di Rancamanyar Bandung. Aku telah dianugerahi tiga orang anak, yakni M. Ghazy (11 tahun), Alya (6 tahun), dan M. Azzam (2 tahun).

Saat bertemu di rumahku, aku dan Teti saling menanyakan kabar. Kami bertukar cerita tentang kegiatan kami sehari-hari, tentang keinginan atau harapan, dan tentang kehidupan rumah tangga kami yang dijalani bersama suami serta tidak lupa menanyakan kabar teman dekat kami yang lainnya.

Setelah berumah tangga, memanglah kami larut dalam dunia masing-masing karena menjalani peran sebagai seorang istri dan juga ibu. 

Teti bercerita bahwa dia kini sedang menempuh pendidikan S2 di UNPAS Bandung. Kegiatan utamanya adalah mengajar di sebuah SMA tak jauh dari rumahnya. Ia sempat resign namun kembali mengajar lagi di sekolah tersebut. 

Dia juga mendorongku agar melanjutkan pendidikan seperti dirinya sebab ia tahu bahwa aku pun memang mempunyai keinginan demikian. Namun, aku terganjal masalah biaya. Di samping itu, ada pertimbangan lainnya, yaitu masalah anak. Jika aku melakukan kegiatan tersebut, tak ada yang dapat menjaga anak-anakku. Oleh karena itu, kusimpan dulu satu keinginanku ini. 

Faktor anak pulalah yang membuatku berhenti mengajar di SMA swasta Bandung. Padahal baru setahun aku mengantungi sertifikasi guru. Tak seperti temanku, Teti, yang sudah memeroleh sertifikasi sejak tahun 2013. Perjalanan karier mengajarku memang lebih rumit. Apalagi aku mengajar di sekolah favorit yang sangat menuntut kualitas dan profesionalisme kerja. 

Meskipun kini aku tak mengajar lagi, Teti mengingatkanku agar tetap mengamankan sertifikasiku sebab sekarang untuk mendapatkannya tidak mudah. Dulu aku menjalani PLPG selama 10 hari tanpa dipungut biaya apapun. Namun, sekarang guru harus mengikuti PPG selama 6 bulan, ada yang disubsidi pemerintah dan ada juga yang tidak. 

Mengenai sertifikasiku entahlah apa masih bisa kupertahankan? Karena aku pun tak tahu kapan bisa kembali berkontribusi di dunia pendidikan. Saat ini aku berusaha menjalani hidup sebagai seorang ibu rumah tangga dengan baik.

Karena Teti tahu bahwa aku sering menulis. Ia pun bertanya kepadaku perihal dunia tulis-menulis. Kukatakan bahwa supaya bisa produktif aku mengikuti event-event dan komunitas menulis. Dari event-event tersebut aku bisa menjadi penulis buku antologi. Tetilah yang menjadi pelanggan setiaku. Dia telah membeli tiga buku antologiku.

Ia juga menyampaikan bahwa ia punya tugas makalah dari dosennya namun kesulitan mencari referensi. Aku menyarankan padanya untuk memiliki akun perpustakaan digital. Dengan demikian,  dia bisa meminjam buku-buku apa saja tanpa berkunjung langsung ke perpustakaan. 

Dari situ, kami lalu membicarakan masalah pernak- pernik hubungan dalam kehidupan rumah tangga. Kami saling berbincang tentang suka duka dalam menjalani biduk rumah tangga. Setiap orang memang mempunyai ujiannya sendiri. Tak ada manusia yang lepas dari ujian apalagi setelah berumah tangga. Tentu akan lebih banyak masalah yang kita hadapi dibandingkan saat kita hidup masih sendiri. Ya,  kami menyadari itu.

Ada salah satu kunci penting yang dapat menciptakan keharmonisan dalam rumah tangga, yaitu tetap menjalin komunikasi yang baik dengan pasangan. Ya,  sebagai wanita terkadang merasa kesulitan menyampaikan maksud dan perasaan. 

Nah, itu hal yang perlu kita ubah. Ada baiknya seorang istri (yang mengutamakan perasaan) menyampaikan keinginan langsung terhadap suaminya (yang mengutamakan logika) dengan komunikasi yang baik. Bukan dengan ekspresi diam seribu bahasa atau marah-marah. 

Ya, itulah yang menjadi kesimpulan pembicaraan kami tentang masalah hubungan dalam rumah tangga. Inilah mungkin salah satu hikmah pertemuan kami ini. 

#KomunitasODOP
#OneDayOnePost
#ODOPBatch7

Komentar

temansenja.com mengatakan…
Tetap berkarya dan berbagi ilmu dengan cara masing-masing :)
.
komunikasi yang baik dan bijk memang penting pake banget
Catatananne@blogspot.com mengatakan…
Betul sekali kak Lulu. Terima kasih sudah berkenan membaca ya..
Amanda Linhan mengatakan…
Bagus tulisannya ^^
Mba anne emang panutan:))
Catatananne@blogspot.com mengatakan…
Kak Sulis bisa aja, justru saya salut sama teman-teman Grup Kairo, terutama Kak Sulis nih, masih muda, prestasinya luar biasa, keren pokonya.
Catatananne@blogspot.com mengatakan…
Terima kasih ya teman-teman sudah mampir
atiq - catatanatiqoh mengatakan…
semangat menjadi yang bermanfaat apapun itu :) memang silahturahmi selalu membawa cerita yang seruuu :)
Mak 'Nces mengatakan…
Semangat terus kak... suka baca tulisan2 kakak. Benar-benar dari hati ya kak 😍🤗
Ashima Meilla Dzulhijjah mengatakan…
Masya Allah, selalu semangat kak...

Aku suka beberapa paragraf terakhir hehe
Reno Danarti mengatakan…
Bagus, semangat terus kakak🤩
Catatananne@blogspot.com mengatakan…
Terima kasih ya teman-teman semuanya 😍
Naja Aya mengatakan…
Jadi kangen temen aku nih mba😅. Yang jauh di sana. Semoga lekas bersua. Aamin ya Allah.
Catatananne@blogspot.com mengatakan…
Amin.. Semoga ya Kak Naja 😊

Postingan populer dari blog ini

Lorong Kelam

Fiksi oleh Anne Heryane Ilustrasi: www.pixabay.com Bola mata seperti ingin meloncat ke luar dari cangkangnya. Jantung berdegup kencang. Keringat menghujani seluruh tubuh mungil ini.  Mulut refleks menganga. Lekas-lekas kubekap dengan telapak tangan kanan. Benar-benar tak sanggup mempercayai semua ini.  Di sisi kanan labirin yang minim cahaya, beberapa anak berseragam putih abu sedang asyik ngefly . Dua jarum suntik dan sobekan plastik tersimpan tak beraturan di depannya. Beberapa botol miras digeletakkan serampangan. Mereka yang mayoritas lelaki puber itu bersandar lemas pada dinding lorong yang buram.  Ada juga sekitar tiga perempuan usia tanggung selonjoran di samping para lelaki setengah sadar itu. Sesekali mereka berbicara melantur dan terbahak-bahak sendiri. Persis orang sakit jiwa, pekik batinku.  Di sisi kiri lorong yang sedikit menjorok, tersisa ruang kecil berukuran satu kali dua meter. Dua muda-mudi nekad melucuti pakaian seragamnya. Di balik tirai tipi

Jacko Kutil (Part 1)

(Adaptasi dari Cerita Rakyat Joko Kendil)  oleh Anne Heryane Pada zaman dahulu, berdirilah kerajaan yang sangat besar pada masanya, yakni Kerajaan Novela. Kerajaan ini dipimpin seorang raja bernama Raja Eduardo. Sumber daya alam di kerajaan ini sangat melimpah ruah. Sayangnya, kehidupan rakyatnya jauh dari sejahtera. Mereka hidup dalam kemiskinan dan di bawah kekuasaan pemimpin yang semena-mena. Kekayaan alam di negeri itu hanya dinikmati raja, keluarga istana, para petinggi kerajaan, dan para bangsawan.  Suatu hari Ratu Esmeralda melahirkan seorang putra. Betapa terkejutnya sang raja ketika melihat sosok pangeran yang buruk rupa. Di wajah, leher, dan bagian tubuh lainnya bertebaran kutil-kutil. Melihatnya saja membuat bulu kuduk berdiri.  Raja merahasiakan sosok pangeran yang dipenuhi kutil ini kepada rakyatnya. Ia pun mengancam akan memberikan hukuman mati kepada siapa saja di istana yang membocorkan rahasia ini.  Raja pun memanggil tiga orang pandai dan

Puing-Puing Hati

Cerbung oleh Anne Heryane indipendent. co. uk "Pergi dari sini. Aku sudah muak hidup sama kamu!"  Nadya membuncahkan kekesalannya kepada ayah dari putra tersayangnya yang masih balita itu.  Lelaki berperawakan tinggi kurus itu hanya duduk termenung, meresapi ucapan wanita yang telah mendampinginya selama lima tahun. Kata-kata itu begitu menohok ulu hati. Beberapa potong baju kemeja dan celana panjang dilemparkan Nadya ke arahnya. "Nih,  bawa semua baju kamu. Aku ingin kita cerai!" jerit wanita berusia 30 tahun itu.  Bagaikan disambar petir, ucapan Nadya membuat Firman terhenyak. Dadanya sesak. Namun, ia harus menghadapinya. Lelaki itu sadar bahwa ia selama ini belum mampu membahagiakan istrinya. Ia bergeming dengan perlakuan istrinya. Rasanya tak percaya jika rumah tangganya diterjang amukan badai sedahsyat ini.  Nadya benar-benar kalut. Ia melontarkan semua rasa yang selama ini singgah. Ada rasa sedih, kesal, benci, marah. Ia tela