Langsung ke konten utama

Masih Adakah Cinta? (Bagian 1)

Romance Fiction


Foto: Batanglaundry.blogspot

Pagi ini amat cerah dan penuh warna. Wanita berparas manis itu menyambut hangatnya mentari dengan riangnya. Ini adalah hari yang amat spesial baginya. Sebab, tepat 25 tahun lalu ia hadir ke alam dunia yang indah nan luas ini.

Bibirnya menyunggingkan seulas senyum. Ada seberkas sinar di mata bulatnya yang menawan. Saat ia menatap cahaya mentari yang baru saja terbit itu tumbuhlah harapan baru di hatinya. 

Disingkapnya sedikit tirai putih jendela kamarnya dengan perlahan. Ia sangat ingin lebih jauh menikmati pemandangan pagi di sekitar rumahnya. 

"Kau sudah bangun rupanya, aku hari ini berangkat lebih pagi ya, Sayang!" Seorang pria berjas hitam menghampirinya.

Merry yang sedang menghadap jendela membalikkan badan. Dilihatnya lelaki berpenampilan rapi dan elegan itu di depannya.

"Honey, kau sudah sarapankah? Maaf, aku  terlambat bangun!" 

"It's ok, Darling! Aku nanti sarapan roti di mobil saja."

Andi memegang pundak wanita itu. Lalu,  ia mengecup keningnya dengan lembut. Sementara, Merry mengirup semerbak aroma yang menyegarkan dari tubuh pria itu. 

Wanita berambut lurus, panjang, dan hitam itu kemudian memeluknya erat. Ia seakan tak rela melepasnya pergi. Ia ingin menghabiskan hari istimewanya dengan pria itu. Namun, rasanya itu mustahil. Ia lalu menyandarkan kepalanya di bahu pria yang dua tahun lalu menikahinya itu. 

"Kenapa kau tak bilang kalau kau akan berangkat hari ini pagi sekali?" bisiknya. 

"Bos mendadak mengabariku semalam. Aku tak mau mengganggu tidurmu, Sayang," terangnya. 

"Apakah kau akan pulang cepat?"

"Entahlah, pekerjaan saat ini sedang banyak, tapi kuusahakan pulang cepat." jawabnya datar. 

"Oh, baiklah!" sahutnya sambil menarik kedua sudut bibirnya ke atas. 

Ia perlahan melepaskan kedua tangannya yang melingkar di badan atletis pria itu. 

Bola matanya yang hitam kecoklatan beradu pandang dengan bola mata pria itu yang berwarna biru keabuan. Sorot mata wanita berkulit kuning langsat itu menanti-nanti sesuatu.

Namun, pria itu tak mengucapkan sepatah kata pun. Badannya perlahan bergerak mundur. Ia melangkah agak tergesa menuju pintu keluar dari kamarnya. 

Di ujung pintu itu dia berhenti sejenak.

"Assalammualaikum!" ucapnya seraya melirik wanita itu.

"Walaikumsalam!" balas sang istri.

Kedua pasangan muda itu pun saling melemparkan senyum. 

Pria itu meninggalkan isterinya yang masih berbalut gaun tidur dengan sorot mata teduh. Ada sedikit mendung menggelayut di hatinya. Namun, tampaknya pria itu tak merasakan kehampaan yang dirasakannya. 

Gaun yang dikenakan Merry kali ini amat indah. Berbahan kain sutera yang lembut dan berwarna pink, warna favoritnya. Ia khusus menggunakannya di hari istimewa ini. 

Merry merasa ada yang berubah dari sikap pria itu. Tatapan matanya pun tak sehangat dulu. Hatinya penuh dengan tanda tanya. Pikirannya sejenak terbang dalam keanehan yang dirasakannya. Apakah ia telah melupakan hari spesial ini? 

Mengapa ia tak mengucapkan sesuatu, seperti Darling kau sangat cantik dengan gaun ini atau aku sangat mencintaimu, sayang atau happy birthday, my sweetheart. This is for you! Mengapa? 

Pikirannya tenggelam dalam aneka tanda tanya. Tapi ia segera saja menepis semua itu. Ah, aku yakin dia tidak lupa. Pasti ada surprise yang disiapkannya untukku. Mungkin saatnya belum tepat. 

Wajah wanita itu berangsur-angsur berseri kembali. Pikiran positifnya menyelamatkannya dari kesedihan yang paripurna. Mungkin itulah salah satu cara ia berdamai dengan keadaan yang tak sesuai dengan harapannya. 

Tak lama, terdengar suara klakson mobil di depan rumahnya. Ia bersegera mencondongkan badannya ke arah luar jendela. 

"Bye.. Bye, be careful, Honey!" teriak wanita itu dari arah jendela lantai dua rumahnya. Tangannya melambai-lambai. Ia pun melemparkan senyuman manisnya. Ia berusaha melepas sang suami dengan penuh keceriaan. 

Dari jendela mobil, pria mancung berkulit putih itu membalas lambaiannya. Ada segaris senyum tipis di wajahnya. Sosok pria itu lalu bersembunyi dalam mercedes merah yang dikendarai supir pribadinya itu. Dilihatnya Mobil itu bergerak menjauh melewati gerbang besi berwarna gold. 

***

St. James Park selalu berhasil membuat suasana hatinya bahagia. Letaknya tak begitu jauh dari rumahnya. Baginya taman ini adalah pelipur lara. Saat kesedihan menyapa batinnya, keindahan taman ini seakan menyerap kesedihan itu. 

Pagi ini, ia kembali menyusuri jalan setapak di taman ini. Tampak aneka jenis tanaman hijau dan berbunga di sepanjang pinggiran jalan. 

Ia memejamkan matanya. Dihirupnya dalam-dalam udara segar yang bercampur bau tanah dan wangi bunga-bunga yang khas. Dirinya merasakan ketenangan seketika. 

Di taman itu ada kolam yang cukup luas seperti danau kecil. Air mancur dengan ornamen menarik di tengah kolam turut mempercantik suasana taman. 

Diramaikan pula dengan sekumpulan keluarga bebek. Mereka bersorak sorai saat berenang di bibir kolam dengan suara khasnya. Burung-burung kecil beterbangan di atas taman dan sesekali hinggap di batang-batang pohon yang rimbun. Ada juga burung-burung pelikan yang bermain di area kolam taman ini. 

Wanita itu menggunakan gaun panjang berwarna hijau muda dan corak bunga-bunga. Dia tampil sangat modis dan anggun dengan style hijab yang up to date. Sesekali iya merapikan pashmina yang membalut kepalanya. Ujung pashmina berwarna hijau itu meliuk-liuk diterpa angin. 

Dia duduk di bangku taman berwarna putih dengan ukiran kayunya yang unik. Langsung dikeluarkannya buku novel biru karya Margareth Mitcheell dari tas mungil hitamnya. Dibukanya lembar demi lembar novel itu.

Ia tampak menikmati setiap alur cerita yang mengharukan itu. Tangan kanannya memegang roti sandwich dengan ukuran medium. Semakin ia larut dalam cerita semakin intens ia menyantap makanannya. 

Waktu menunjukkan pukul 11.00. Begitu betahnya ia duduk di taman ini sampai tak terasa matahari telah berada di atas ubun-ubun. Dia pun segera ke luar taman dan berjalan menuju supermarket yang jaraknya sekitar 300 meter dari taman.

Dia membeli bahan-bahan untuk memasak nanti malam. Karena ini hari yang spesial maka wanita itu akan membuat makanan kesukaan Andi, yaitu cheese roast meats atau daging panggang yang dibalur dengan keju mozarella. 

Tak lupa melengkapi hidangan spesialnya dengan sayur dan buah-buahan yang menyegarkan. Dia tak sabar segera mempersiapkan  semua itu dan menanti hadiah apa yang akan diberikan Andi di hari ketika usianya bertambah. 

Pikirannya menerawang membayangkan momen indah yang akan dilaluinya dengan suami tercinta. Terukir senyuman  manis di wajah cantiknya. 

***

(bersambung) 

#KomunitasODOP
#ODOPBatch7
#OneDayOnePost
#GrupKairo
#Fiksi

Komentar

Riana mengatakan…
Nunggu lanjutannya😊🙏 Bagaimanakah selanjutnya?
Catatananne@blogspot.com mengatakan…
Wah, ditungguin mbak Riana. Tolong krisannya ya Mbak.
Ashima Meilla Dzulhijjah mengatakan…
Gak sabar nunggu kelanjutannya
berangkat hari ini pagi sekali" bisiknya.

Tanda bacanya dibenaih lagi ya mba reno. Msh bnyak yg salah hehe.

Ceritanya keren btw. Semangat
pamorsinta mengatakan…
cerita selanjutnya di tunggu yaa
temansenja.com mengatakan…
rangkaian katanya bagus.. bikin penasaran..
lanjut kak
Catatananne@blogspot.com mengatakan…
Terima kasih teman-teman sudah berkunjung dan terima kasih juga sarannya ya, nanti dibenahi lagi

Postingan populer dari blog ini

Lorong Kelam

Fiksi oleh Anne Heryane Ilustrasi: www.pixabay.com Bola mata seperti ingin meloncat ke luar dari cangkangnya. Jantung berdegup kencang. Keringat menghujani seluruh tubuh mungil ini.  Mulut refleks menganga. Lekas-lekas kubekap dengan telapak tangan kanan. Benar-benar tak sanggup mempercayai semua ini.  Di sisi kanan labirin yang minim cahaya, beberapa anak berseragam putih abu sedang asyik ngefly . Dua jarum suntik dan sobekan plastik tersimpan tak beraturan di depannya. Beberapa botol miras digeletakkan serampangan. Mereka yang mayoritas lelaki puber itu bersandar lemas pada dinding lorong yang buram.  Ada juga sekitar tiga perempuan usia tanggung selonjoran di samping para lelaki setengah sadar itu. Sesekali mereka berbicara melantur dan terbahak-bahak sendiri. Persis orang sakit jiwa, pekik batinku.  Di sisi kiri lorong yang sedikit menjorok, tersisa ruang kecil berukuran satu kali dua meter. Dua muda-mudi nekad melucuti pakaian seragamnya. Di balik tirai tipi

Jacko Kutil (Part 1)

(Adaptasi dari Cerita Rakyat Joko Kendil)  oleh Anne Heryane Pada zaman dahulu, berdirilah kerajaan yang sangat besar pada masanya, yakni Kerajaan Novela. Kerajaan ini dipimpin seorang raja bernama Raja Eduardo. Sumber daya alam di kerajaan ini sangat melimpah ruah. Sayangnya, kehidupan rakyatnya jauh dari sejahtera. Mereka hidup dalam kemiskinan dan di bawah kekuasaan pemimpin yang semena-mena. Kekayaan alam di negeri itu hanya dinikmati raja, keluarga istana, para petinggi kerajaan, dan para bangsawan.  Suatu hari Ratu Esmeralda melahirkan seorang putra. Betapa terkejutnya sang raja ketika melihat sosok pangeran yang buruk rupa. Di wajah, leher, dan bagian tubuh lainnya bertebaran kutil-kutil. Melihatnya saja membuat bulu kuduk berdiri.  Raja merahasiakan sosok pangeran yang dipenuhi kutil ini kepada rakyatnya. Ia pun mengancam akan memberikan hukuman mati kepada siapa saja di istana yang membocorkan rahasia ini.  Raja pun memanggil tiga orang pandai dan

Puing-Puing Hati

Cerbung oleh Anne Heryane indipendent. co. uk "Pergi dari sini. Aku sudah muak hidup sama kamu!"  Nadya membuncahkan kekesalannya kepada ayah dari putra tersayangnya yang masih balita itu.  Lelaki berperawakan tinggi kurus itu hanya duduk termenung, meresapi ucapan wanita yang telah mendampinginya selama lima tahun. Kata-kata itu begitu menohok ulu hati. Beberapa potong baju kemeja dan celana panjang dilemparkan Nadya ke arahnya. "Nih,  bawa semua baju kamu. Aku ingin kita cerai!" jerit wanita berusia 30 tahun itu.  Bagaikan disambar petir, ucapan Nadya membuat Firman terhenyak. Dadanya sesak. Namun, ia harus menghadapinya. Lelaki itu sadar bahwa ia selama ini belum mampu membahagiakan istrinya. Ia bergeming dengan perlakuan istrinya. Rasanya tak percaya jika rumah tangganya diterjang amukan badai sedahsyat ini.  Nadya benar-benar kalut. Ia melontarkan semua rasa yang selama ini singgah. Ada rasa sedih, kesal, benci, marah. Ia tela