Sebuah cerpen
Oleh: Anne Heryane
Mentari memancarkan cahaya kemerahan di ufuk barat. Udara terasa lebih dingin. Sebentar lagi malam menjelang. Kulihat perempuan itu duduk tak jauh dariku. Ia masih sangat muda. Wajahnya cantik, putih dan bersih. Ada titik air bening di sudut matanya. Terpapar kesedihan di raut wajahnya. Matanya penuh dengan tatapan kosong. Seolah pikirannya sedang di alam lain.
Sudah sekitar dua jam ia duduk sendiri. Ingin sekali kumenyapa dan meringankan keadaannya yang tampak gelisah. Namun ahh rasanya percuma. Siapakah aku? Aku hanyalah butiran debu. Ia tak akan melirikku sama sekali. Bahkan, ia tak bisa mendengar ucapanku.
Malam pun tiba. Hari sangat gelap. Tak banyak orang di taman ini. Sepi. Gadis itu beranjak pergi menuju sebuah pohon beringin di hadapannya. "Hei, kau mau kemana. Mengapa kau tak segera pulang ? Teriakku.
Ia terus saja berjalan. Seutas tali tambang dipegangnya. Panjangnya kira-kira dua meter. Ia mulai memanjat batang pohon beringin itu. Di sana, ia mengikatkan tali pada sebuah cabang batang pohon. Ditarik-tariknyalah tali itu untuk memastikan tali terikat kuat.
Di atas cabang pohon ia duduk. Tali yang terikat pada cabang itu ia lingkarkan di leher. Ujung tali disimpulnya.
Aku berpikir bahwa ia akan mengakhiri hidupnya. Astahfirullah. "Jangan, jangan kau lakukan itu!" teriakku lagi. Namun, tetap saja ia tak menggubrisku. Aku ingin berlari menghampirinya tapi bagaimana bisa. Tubuhku pun terikat oleh tanah.
Napas sang gadis semakin cepat diiringi degup jantung yang lebih intens. Matanya sembab.
Perlahan ia berucap, "Ayah, ibu, maafkanlah aku. Aku sudah tak sanggup lagi. Lebih baik aku pergi dari dunia ini. Wahai kalian teman-teman. Bukankah kalian menginginkan ketiadaanku. Mulai saat ini aku tak akan menampakkan diri lagi di depan wajah kalian. Aku sudah kenyang dengan caci maki kalian selama ini. Aku akan terbang."
Sang gadis pun meloncat dari cabang pohon beringin itu. Jaraknya tiga meter dari tanah.
Gadis itu berteriak, "Aaaaa..! Suaranya mendadak berhenti. Tubuhnya menggantung. Napasnya tercekat. Semakin sesak. Matanya membelalak menahan sakit karena ikatan kuat di leher. Mulut menganga. Kedua kaki meronta. Tangan mencengkram tali di lehernya.
Aku tak mampu menyaksikan hal itu. Ulu hatiku bagai tertusuk pedang. Ya Allah, ampunilah gadis itu! Batinku terisak.
Duhai gadis manis, andai saja kau mampu untuk bersabar sedikit. Kuyakin kau akan sangat bahagia dengan kehidupanmu kelak. Jika saja kau memperhatikan lebih jeli hal-hal di sekitarmu, tentu kau akan sangat bersyukur dengan anugerah hidup yang kau miliki.
Lihatlah aku dengarkan kisahku duhai gadis. Kau tahu, orang-orang tak menganggapku ada. Segelintir orang bahkan sangat membenci keberadaanku yang dianggap mengganggu. Tubuhku dicabut dengan paksa, dipotong, dan dilempar. Oleh beberapa orang lainnya tubuhku pun diinjak, ditindih, diloncati, dan diduduki.
Beberapa hewan berbulu mengencingi bahkan menyimpan kotorannya di mukaku. Jika tak beruntung aku dan teman-temanku dikunyah-kunyah dan akan berakhir di lambung binatang berkaki empat.
Aku begitu direndahkan manusia dan hewan. Aku pikir akulah yang paling menderita hidup di dunia ini. Allah menakdirkanku menjadi sebuah rumput. Tak layak aku mempertanyakan kenapa aku yang dipilih untuk merasakan semua penderitaan ini. Sebab, itu hak prerogatif Sang Pencipta.
Aku pernah merasa hidupku tak berguna. Kupikir akan lebih baik jika aku tak pernah hidup sama sekali. Tapi, Allah membuka mata hatiku. Aku yakin tak ada yang sia-sia dari ciptaan-Nya. Akan ada manfaat yang diambil dari keberadaanku ini.
Aku berserah diri pada Allah jika aku harus mati dimakan hewan ternak seperti sapi atau kambing. Dengan memakanku tubuh mereka menjadi berdaging dan berlemak. Daging tersebut akan menjadi makanan manusia yang memperpanjang kelangsungan hidup umat manusia. Dan tugas manusia adalah beribadah kepada Allah Swt. Secara tidak langsung, aku pun turut beribadah kepada-Nya.
Alhamdulillah, bersyukurlah menjadi dirimu sendiri. Ikhlaskan hati dengan segala ketetapan ilahi. Maka kau akan tetap bahagia. Tak usahlah kau pikirkan mereka yang membencimu pikirkanlah orang-orang yang menyayangimu, terutama ayah dan ibumu. Ah aku teringat ayah dan ibuku. Semoga Allah memberkahi keduanya.
Sekian
#KomunitasODOP
#ODOPBatch7
#OneDayOnePost
Komentar
Penyampaian nya tersampaikan
Sdikit prbaikan:
Kemana ditulis ke mana
"Aaaaa. (Tdk ditulis kutip blakangnya.)
Harusnya "Aaaa." Gitu