Telah hampir seminggu lebih kami sekeluarga terkena batuk pilek. Saya, suami beserta tiga anak kami mengalami demam, awalnya anak perempuan kami yang berusia 5 tahun, kemudian menulari adik laki-lakinya (21 bln), dan juga kakaknya (11 th). Saya dan suami pun terkena. Gejalanya pusing, hidung tersumbat, pegal linu, hidung berair, bersin-bersin dan batuk.
.
Pada selasa malam, 26 Maret 2019 anak bayiku terlihat amat lemas. Padahal Usai berobat dari klinik faskes 1. Demamnya memang sudah turun namun jadi sering sekali tidur, enggan makan, dan badannya lemas serta slowrespon.
.
Saya dan suami merasa ada yang salah pada kondisi anak. Ia lalu kami bawa ke IGD faskes 2 klinik monalisa. Namun klinik tutup karena waktu sudah agak larut, sekitar pukul 8 malam. Lalu kami menuju UGD RS. Muhammadiyah Bandung. Di sana telah banyak pasien mengantre. Kami bertanya mengenai masalah administrasi peserta BPJS kepada petugas. Ada yang menggelitik kami, suatu kebijakan yang disampaikannya bahwa peserta BPJS tetap harus membayar administrasi jika kategori sakitnya tidak termasuk darurat. Dan hal itu berdasarkan hasil pemeriksaan dokter.
Saya heran kenapa bisa demikian. Kami pikir BPJS benar-benar bisa menjamin free biaya administrasinya. Padahal perusahaan tempat suami bekerja rutin membayar kewajiban asuransi per bulan. Mengapa kami harus tetap mengeluarkan sejumlah uang.
Kami terpaksa menerima kebijakan itu walau hati kecewa. Yang terpenting bagi kami adalah anak kami yang sedang dalam kondisi lemas ini segera diperiksa dan diberi tindakan.
Di UGD kami diminta mengisi formulir pendaftaran terlebih dahulu. Usai mendaftar, kami menunggu cukup lama kurang lebih dua jam. Anak perempuan saya yang kubawa juga batuknya menjadi-jadi. Ia juga muntah-muntah karena kedinginan. Di luar memanglah hujan begitu deras.
.
Dipanggillah nama bayi saya untuk diperiksa, beberapa perawat menanyai perihal masalah kesehatan anak. Kami pun menjelaskannya serinci mungkin. Setelah itu, dokter memeriksa anak saya. Ia meminta untuk segera dilakukan cek darah pada anak saya. Sebelum cek darah, kami diminta menyelesaikan administrasi dengan membayar sebesar Rp200 ribu lebih saat itu juga. Apa tidak bisa menggunakan BPJS?Tanya kami. Tidak bisa ujar mereka, karena belum ada keputusan dokter tentang kondisi anak. Jika memang anak dinyatakan darurat dan harus opname maka biaya ditanggung BPJS. Jika kondisi anak tidak parah, maka kami harus membayar biaya pemeriksaan di UGD. Kok seperti itu Ya? pikir saya.
Setelah diperiksa dokter, anak saya ternyata perlu dirawat lebih intensif. Karena Kamar rawat inap pasien anak di RS Muhammadiyah penuh, akhirnya anak di rujuk ke RS Immanuel Kelas 3. Selama perawatan, anak saya diberi beberapa obat yang ditanggung BPJS namun ada juga yang tidak ditanggung. Kami membeli sendiri obat batuk pilek berdasarkan resep dokter.
Harapan kami sebetulnya biaya perawatan dan obat-obatan bisa ditanggung BPJS sepenuhnya. Namun, kenyataannya tidak. Bagaimana menurut Anda?
Komentar